Ali Fikri: Publik Masih Menaruh Harapan pada KPK

Ali Fikri. Foto: dok.
Ali Fikri. Foto: dok.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memandang hasil survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dirilis akhir pekan lalu menjadi sebuah apresiasi untuk memotivasi lembaga itu bekerja lebih baik. 


Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, KPK selalu terbuka. KPK memandang bahwa hasil survei merupakan cerminan harapan publik kepada lembaga antirasuah tersebut dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Tentu tidak hanya KPK yang memiliki kewenangan dalam pemberantasan korupsi. Pemberantasan korupsi merupakan tanggungjawab bersama, dimulai dari komitmen kuat pimpinan negara dan seluruh jajaran aparat penegak hukum hingga semua lapisan masyarakat," ujar Ali, Senin, 8 Februari 2021.

KPK juga menyoroti hasil survei LSI yang menyatakan bahwa publik masih menilai KPK merupakan Lembaga yang paling efektif dalam pemberantasan korupsi. Apresiasi ini, kata Ali, menjadi modal penting untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui pelaksanaan tugas pencegahan, koordinasi dan supervisi, monitoring, penyelidikan, sampai dengan pelaksanaan putusan pengadilan.

Dalam survei LSI, KPK berada di posisi nomor satu sebagai lembaga yang masih efektif melakukan pemberantasan korupsi dengan nilai 70 persen yang diikuti Ombudsman dengan nilai 60 persen. Ini merupakan penilaian masyarakat umum maupun pemuka opini yang terdiri dari akademisi, LSM/Ormas, dan media massa.

Selain itu, masyarakat umum pun menyatakan masih puas terhadap kinerja KPK saat ini yang dipimpin oleh Firli Bahuri. Sebanyak 55 persen responden dari masyarakat umum masih puas dengan kinerja KPK. Meskipun hasil itu tergolong rendah jika dibandingkan dengan survei kepuasan terhadap KPK sebelumnya, 

Survei itu juga menyebut praktik suap masih membayangi rezim Joko Widodo. Hal ini dirasakan oleh pelaku usaha, di segala sektor. Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan, mengatakan aparat pemerintah di rezim Jokowi saat ini masih ada yang “mau bekerja jika diberikan uang dari para pelaku usaha”.

Dimana hasil surveinya, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 3,8 persen dari semua responden, 3,8 persen dari kalangan UMK dan 1,4 persen dari kalangan UMB. Selanjutnya yang menyatakan setuju, 27,9 persen dari semua responden, 28 persen dari kalangan UMK dan 26,7 persen dari kalangan UMB.

Sementara yang tidak setuju, sebanyak 54,3 persen dari semua responden, 54,3 persen dari kalangan UMK, dan 57,1 persen dari kalangan UMB. Para pelaku usaha masih dimintai dan memberikan uang kepada aparat negara di luar ketentuan. Yang lebih menarik lagi masih kata Djayadi, para pelaku usaha ini ternyata ada juga yang melalui pihak ketiga, atau disebut dengan perantara atau calo.

Mayoritas calo berasal dari kalangan aparat pemerintah. Akan tetapi, juga adanya keterlibatan dari pihak-pihak lain, seperti pengurus partai politik, oknum polisi atau militer dan organisasi masyarakat.