Amanah Perubahan Iklim di Pundak Jokowi

Ilustrasi: freepick.
Ilustrasi: freepick.

PRESIDEN Joko Widodo baru saja berangkat ke luar negeri dalam rangka memimpin G20. Ini adalah sebuah amanah besar bagi Jokowi dan Indonesia dalam memulihkan ekonomi dunia yang dilanda pandemi covid 19. 

Salah satu agenda utama G20 kali ini adalah mengusung isue perubahan iklim atau climate change. Indonesia akan menjadi salah satu tulang punggung dunia dalam menyukseskan agenda ini.

Beberapa waktu lalu Inggris memberikan gelar kepada Indonesia sebagai climate change super power. Inggris memandang bahwa Indonesia sebagai kekuatan utama yang akan menyelamatkan dunia dari bencana perubahan iklim. Sehingga negara sesuper power Inggris harus memberikan gelar super power baru kepada Indonesia. 

Lalu apa sandaran Indonesia dalam rangka menyukseskan agenda global ini. Tidak lain adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor energi. Tentu saja yang paling diandalkan adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN). Mengapa? Di masa mendatang, semua akan menggunakan listrik. Rumah tangga, transportasi, darat laut dan udara, industri, hingga urusan pedagang kaki lima akan menggunakan listrik. 

Di masa mendatang tidak ada lagi orang membakar BBM dan gas di rumah rumah, membakar bensin di jalan jalan, membakar solar di lautan. Semua menggunakan energi listrik. 

Namun listrik di masa depan tidak lagi akan dihasilkan dari membakar minyak, batubara, membakar gas. Listrik akan dihasilkan dari alam, dari angin, dari matahari dari ombak dari apapun yang disediakan alam tanpa harus merusak alam atau menggangu alam. 

Bahkan sudah mulai dikembangkan listrik akan dihasilkan melalui sumber gratisan atau listrik yang bisa diserap dari sumber yang ada di alam, seperti menyimpan petir di Depok untuk membangkitkan listrik se Jabodetabek.

Suksesnya PLN dalam menghasilkan energi yang ramah lingkungan melalui sumber yang terbarukan atau sumber gratisan akan menentukan pencapaian Presiden Jokowi dan Indonesia dalam isue perubahan Iklim. Jika PLN berhasil melakukan transisi energi dari penggunaan berbagai energi yang tidak ramah lingkungan menjadi energi terbarukan, maka sukseslah Indonesia memimpin dunia dalam isu ikim. Sebaliknya, jika PLN gagal, maka ambyarlah isu perubahan iklim Indonesia.

PLN memiliki potensi begitu banyak bagi pengembangan energi baru terbarukan. PLN memiliki pembangkit geotermal, PLN memiliki banyak sekali pembangkit listrik tenaga air yang murah. PLN memiliki banyak sekali pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTSA. dan banyak sekali potensi yang lain yang dapat dikembangkan oleh PLN dalam rangka menyukseskan Indonsia sebagai pemimpin G20 dan sekaligus sebagai pemimpin pertemuan perubahan Iklim di Glasgow Scotlandia atau COP 26 bulan depan. 

Memang PLN sekarang masih mengandalkan energi yang tidak ramah lingkungan seperti minyak solar, gas, dan batubara. demikian juga pembangkit listrik swasta yang dibeli listriknya melalui mekanisme take or pay (TOP) oleh PLN sebagian besar adalah pembangkit batubara. 

Dalam satu dekade terakhir pembangkit batubara memang menjadi prioritas untuk dibangun oleh pemerintah. Namun sekarang batubara telah menadi komoditi yang sangat mahal.  Ke depan sangat sulit bagi PLN akan mendapatkan batubara. 

Sementara perusahaan batubara akan makin kepepet, karena meski batubara mahal tapi tidak ada lagi bank dan lembaga keuangan yang mau membiayai tambang batubara. itulah komitmen sektor keuangan kepada perjanjian perubahan Iklim. 

Sehingga kesempatan sekarang, di saat Indonesia menjadi pemimpin G20 dan sekaligus pemimpin pertemuan perubahan iklim COP 26, menjadi kesempatan emas bagi PLN dalam mengubah haluan, melakukan transisi kepada energi baru terbaharukan. 

Inilah kesempatan bagi PLN untuk mengoptimalkan pembangkit terbaharukan mereka seperti pembangkit listrik tenaga air yang murah, geotermal, dan PLTSa milik PLN. Di saat kepemimpinan Presiden Jokowi dalam COP 26 tampaknya akan mengakhiri kewajiban membeli listrik dari batubara melalui take or pay (TOP), kemungkinan besar TOP hanya akan diberlakukan bagi pembangkit yang ramah lingkungan. 

Bagi internal PLN ini adalah kesempatan besar bagi Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan untuk bekerja secara leluasa dengan dukungan penuh dari internasional dan tampaknya akan mendapat dukungan penuh dari Presiden Jokowi selaku pimpinan G20 dan Pimpinan COP 26. 

Direktur Mega Proyek dan Energi Baru terbaharukan adalah dierektur baru di PLN. Posisi ini diproyeksikan untuk menyukseskan kepemimpinan Indonesia di G20 dan di COP 26. Selamat bekerja.

| Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia.