Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati, menyebutkan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih dianggap lemah. Salah satu penyebab adalah minimnya anggaran yang dicairkan oleh pemerintah.
- Anies Ingin Negara Lebih Serius Beri Perlindungan Kaum Perempuan
- YBHA Peutuah Mandiri Buka Pusat Pengaduan KTPA
- Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Aceh Meningkat 10 Persen
Baca Juga
"Kita berharap penganggaran bisa dioptimalkan dilintas sektor agar bisa dianggarkan dengan baik," kata Riswati dalam konferensi pers, Selasa, 17 Januari 2023.
Selain itu menurut Riswati, pendampingan terhadap korban kekerasan seksual baik untuk anak dan perempuan acap kali diabaikan oleh pemerintah. Bahkan yang sering melakukan pendampingan adalah masyarakat sipil.
"Pemerintah kurang melakukan konsolidasi atau melibatkan masyarakat sipil, padahal faktanya masyarakat sipil banyak berkontribusi dalam penanganan kasus ini," ujarnya.
Menurut Riswati, Qanun Jinayat Aceh juga kurang memfokuskan pada proses pemulihan korban dengan melakukan upaya yang komprehensif. Bahkan dalam Qanun juga tidak memberikan efek yang jera terhadap pelaku.
"Dan stigma korban menjadi tantangan terberat di masyarakat, dia dikucilkan dan dikeluarkan dari kampungnya," ujar Riswati.
Wanita yang akrab disapa Riris ini menyebutkan rumah aman untuk para korban juga sangat minim. Hal tersebut dapat dibuktikan dari dari 23 Kabupaten/Kota, rumah aman sangat terbatas jumlahnya.
"Ini juga menjadi persoalan," katanya.
Dia juga berharap agar setiap pasal dalam Qanun Jinayat dapat membuat pemenuhan hak korban. Salah satunya dengan menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan Undang-Undang Perlindungan Anak.
- Anies Ingin Negara Lebih Serius Beri Perlindungan Kaum Perempuan
- Penjelasan Komisi I Terkait Komisioner Panwaslih Aceh Tak Ada Perempuan
- Penetapan Komisioner Panwaslih Aceh Kawal Pilkada 2024 Ditolak