APDESI Minta Dana Desa Naik 10 Persen, Pengamat Duga Ada Muatan Politik 

Ilustrasi Dana Desa. Foto: net.
Ilustrasi Dana Desa. Foto: net.

Pada Ahad, 19 Maret 2023 lalu, ribuan kepala desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) berkumpul di Parkir Timur Senayan di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta. Dalam kegiatan tersebut mereka meminta pemerintah menaikkan anggaran Dana Desa 2024 sebesar 10 persen. 


Dengan tuntutan tersebut mereka meminta Pemerintah menganggarkan hingga Rp 300 triliun sebagai dana desa, sehingga per Desa mendapatkan 5 -10 Miliar pertahun.

Terkait hal tersebut, pengamat hukum dan politik dari Universitas Syiah Kuala (USK), Saifuddin Bantasyam menduga usulan tersebut mengandung muatan politik. Bahkan dengan anggaran dana desa sebanyak Rp 300 Triliun akan memperbanyak angka korupsi di tingkat desa.

"Saya merasa bahwa permintaan APDESI itu ada kaitannya dengan politik atau memiliki muatan politik. Sebelumnya mereka minta perpanjangan masa jabatan dan sekarang minta pengalokasian dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang lebih besar," ujar Saifuddin Bantasyam kepada Kantor Berita RMOLAceh, Selasa, 21 Maret 2023.

Menurut Saifuddin Bantasyam akan banyak sekali desa yang tak mampu mempertanggungjawabkan dana tersebut. Apalagi, selama ini pemerintah di tingkat desa kewalahan dalam mengelola dana desa secara transparan dan bertanggungjawab. 

"Jadi dapat diartikan, kedua prinsip ini tidak dipenuhi oleh kepala desa. Tapi kemudian dipaksa-paksakan juga, sehingga kepala desa diperiksa oleh polisi," ujarnya.

Menurut Saifuddin, untuk tahun ini saja pemerintah telah menggelontorkan dana desa sebanyak Rp 70 Triliun atau setara 2,3 persen dari APBN. Dana tersebut terima oleh masing-masing desa sekitar Rp 1 Miliar.

Menurutnya dengan anggaran Rp 1 Miliar per Desa saja banyak sekali kepala desa yang diduga terlibat korupsi dan berurusan aparat penegak hukum, apalagi jika dana desa ditambah menjadi Rp 10 Miliar per Desa. Hal tersebut akan memicu hal-hal buruk terjadi di Desa.

"Akan lebih banyak lagi kepala atau sekretaris desa atau perangkat desa lainnya yang bermasalah dengan aparat penegak hukum," ujar Saifuddin.

Bahkan Saifuddin memperkirakan setelah usulan ini akan muncul lagi usulan lain seperti pemekaran desa. Menurutnya, pemerintah harus melihat dan mengkaji sepenting apa dana desa itu diperlukan.

"Apakah dengan menambahkan dana desa akan menjamin rakyat menjadi lebih sejahtera," ujarnya.

Saifuddin mengatakan jika penambahan Dana Desa menjamin rakyat menjadi lebih sejahtera, maka layak dana desa ditingkatkan tapi mungkin tak perlu sampai 10 persen dari APBN. 

"Sebab jumlah tersebut sangat besar dan niscaya akan mengganggu berbagai program pembangunan lainnya," ujarnya.

Menurut Saifuddin, apabila nanti usulan tersebut (penambahan Dana Desa) di terima oleh pemerintah, maka akan lebih baik diterapkan usai Pilpres 2024, dengan syarat tidak ada pihak yang bermain-main dalam mempertanggungjawabkan dana desa tersebut. Hal tersebut demi menghindari janji memberikan dukungan kepada capres-cawapres tertentu pada Pemilu 2024, jika permintaan itu dipenuhi.

"Dan ini sangat membahayakan demokrasi di Indonesia, jadi usulan tersebut diterapkan di tahun 2025 saja," ujar Saifuddin.