Aturan Larangan Pesta Pernikahan Buktikan Pemerintah Aceh Gagal Memahami Covid-19

Pernikahan adat Aceh zaman beheula. Foto: negeriku indonesia.
Pernikahan adat Aceh zaman beheula. Foto: negeriku indonesia.

Pengamat Kebijakan Publik, Nasrul Zaman, menilai Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 1/INSTR/2021, merupakan kebijakan yang keliru. Dalam aturan itu, para aparatur sipil negara dan tenaga kontrak di Pemerintah Provinsi Aceh dilarang menyelenggarakan dan menghadiri pesta pernikahan atau perkawinan yang dapat menyebabkan perkumpulan massa. 


Dalam aturan itu disebutkan bahwa ASN yang melanggar akan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan oleh atasan langsungnya. Namun hal ini dianggap Nasrul sama sekali tidak menyentuh akar permasalahan pemberantasan Covid-19. 

"Menurut saya Ingub tersebut sesuatu yang menunjukkan ketidakmampuan memahami Covid-19 dan pemaparannya oleh satgas Covid-19 Aceh," kata Nasrul Zaman kepada Kantor Berita RMOLAceh, Senin, 11 Januari, 2021.

Menurut Nasrul, seharusnya Instruksi Gubernur tersebut ditujukan kepada seluruh warga masyarakat yang berada di wilayah Aceh. Gubernur Aceh, kata dia, dapat saja meminta masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan apapun yang mengundang kerumunan massa yang dapat menyebabkan ledakan kasus Covid-19. 

Nasrul mengatakan virus ini tidak mengenal batas dan sekat-sekat sosial, apalagi jenis pekerjaan. Siapa saja tanpa kecuali yang bersentuhan dan berinteraksi dengan warga yang positif Covid-19 pasti akan terjangkit. 

Nasrul juga menilai Instruksi Gubernur Aceh tersebut aneh. Aturan itu seolah-olah menunjukkan bahwa Covid-19 hanya akan menyerang para ASN dan tenaga kontrak atau berpotensi menular dalam kegiatan-kegiatan yang digelar oleh ASN atau tenaga kontrak. 

Di sisi lain, kata Nasrul, orang akan melihat betapa Gubernur Aceh saat ini tidak lagi dipatuhi oleh warga yang bukan ASN dan tenaga kontrak. Sehingga dia tidak berani memberikan aturan bagi warga masyarakat lain yang tinggal di Aceh.