Azhari Cage Sebut Pemanggilan Pengibar Bendera Bintang Bulan Tak Berdasar

Juru bicara (Jubir) Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, Azhari Cage. Foto: RMOLAceh
Juru bicara (Jubir) Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, Azhari Cage. Foto: RMOLAceh

Juru bicara (Jubir) Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, Azhari Cage, menyebutkan  pemanggilan pengibar bendera bintang bulan, Zulkarnaini alias Tengku Ni, di Lhoksemawe saat Milad GAM oleh kepolisian daerah (Polda) tidak berdasar secara hukum.


“Ada beberapa aturan yang masih berlaku sehingga tidak beralasan secara hukum untuk dipanggil,” kata Azhari kepada Kantor Berita RMOLAceh, Ahad, 19 Desember 2021.

Azhari menjelaskan dalam perjanjian Momorandum of Understanding (MoU) Helsinki, Aceh berhak mempunyai bendera dan lambing. Selain itu, kata dia, dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) dapat menentukan dan menetapkan bendera daerah Aceh sebagai lambang yang mencerminkan keistimewaan dan kekhususan.

“Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk bendera sebagai lambing, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam qanun Aceh,” kata dia. “Ketiga adanya qanun Aceh nomor 3 tahun 2013 yang masih sah karena belum pernah dicabut atau belum ada pembatalan,” sebut dia.

Keempat, kata dia, di dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 7 tahun 2007 yang dilarang adalah bendera bulan sabit. “Sedangkan ini adalah bendera bintang bulan dan bukan bulan sabit,” ujar dia.

Azhari mengaku telah mengingatkan pemerintah pusat agar permasalahan politik tentang bendera bintang bulan segera diselesaikan. Supaya tidak terjadi permasalahan hukum dan jatuh korban diantara rakyat Aceh.

"Maka pada waktu itu pak Presiden Jokowi memanggil Wali Nanggroe dan Mualem ke Istana terkait masalah ini dan pak Presiden menunjuk pak Mueldoko sebagai tim dari Jakarta," kata Azhari. “Tetapi, sampai saat ini belum ada progressnya. Mungkin belum sempat duduk karena pandemi Covid 19.”

Azhari mengharapkan dalam menyelesaikan persoalan bendera bintang bulan dilakukan dengan hati-hati. Karena Aceh sudah damai dan aman. Jangan sampai kembali terjadi konflik.

“Apalagi MoU Hensinki dan UUPA belum diimplementasikan sebagaimana mestinya. Teungku Ni sebagai masyarakat Aceh dan juga sebagai Ketua Komite Mualimin Aceh mungkin merasa kesal kenapa permasalahan bendera ini belum selesai,” ujar dia.

Menurut dia, tidak heran jika terjadi pengibaran bendera bintang bulan pada Milad GAM di Lhokseumawe. Mungkin, kata dia, tujuannya adalah untuk mengingatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Gubernur dan pemerintah pusat agar persoalan bendera bintang bulan dapat diselesaikan. Supaya jelas secara hukum.

Azhari mengatakan terkait pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sudah membatalkan qanun tersebut adalah pernyataan sepihak. Karena DPR Aceh dan gubernur hingga kini belum pernah menerima surat tersebut secara fisik, kecuali pemberitaan media.

"Saya tahu betul itu karena saya masih di DPR Aceh saat itu," ucap Azhari.

Azhari meminta DPR Aceh dan gubernur untuk dapat menjelaskan hal tersebut kepada Kapolda Aceh. Karena bendera bintang bulan setelah lahir qanun, masih ranah politik, tidak dapat dibawa keranah hukum.

"Kita tunggu saja prosesnya nanti duduk tim dari pusat pak Moeldoko dengan Wali Naanggroe dan Mualem, agar permasalahan ini benar-benar selesai dan tuntas," kata dia.