Bahas Revisi UUPA, Falevi Minta DPR dan DPR Aceh Bentuk Panitia Khusus

M Rizal Falevi Kirani. Foto: Net.
M Rizal Falevi Kirani. Foto: Net.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, M Rizal Falevi Kirani, mengatakan lembaganya menunggu draf usulan revisi Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) dari Badan Legislasi DPR RI yang bakal dibahas oleh Kemendagri. Namun dia juga mendorong agar DPR Aceh membentuk panitia Khusus yang diiisi oleh anggota DPR Aceh dan DPR-untuk mengungkap persoalan yang selama ini menjadi penghalang regulasi.


"Kami meminta Banleg (DPRA) untuk melacak draft itu dan meminta DPR-RI untuk segera menyerahkan draft yang akan mereka revisi. Banleg mengatakan masih berkoordinasi dengan badan legislasi DPR-RI," kata Falevi Kirani kepada Kantor Berita RMOLAceh, Kamis, 7 Oktober 2021.

Falevi mengatakan revisi UUPA itu masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Dan hingga kini mereka belum mendapatkan draft revisi tersebut. Falevi mengatakan DPR Aceh tidak ingin DPR-RI merevisi aturan itu tanpa berkonsultasi dengan DPR Aceh. Falevi mengatakan keterlibatan DPR Aceh dalam pembahasan ini merupakan amanah dari UUPA. 

Menurut Falevi, ada beberapa pasal dalam UUPA yang bakal direvisi, yakni pasal-pasal yang dinilai tidak kompatibel lagi dan yang memang telah dianulir oleh keputusan MK. Sementara ada beberapa pasal yang salah satunya mengatur dana otonomi khusus dan pertanahan. 

"Sebenarnya banyak hal yang harus didiskusikan secara komprehensif dan detail terhadap revisi UUPA itu. Kita harap segera membuka ruang tersebut untuk berdiskusi dan kita inginkan draft itu betul-betul menjawab persoalan yang selama ini menjadi kendala di Aceh," jelasnya.

Ketua Komisi V DPR Aceh ini juga menyampaikan, pihaknya bakal melakukan konsulatasi terlebih dahulu bersama berbagai stakeholder di Aceh. Hal itu untuk menerimaka saran dan masukan untuk penempurnaan UUPA itu sendiri.

"Bahkan kalau ide saya harus ada audit publik dari semua elemen masyarakat Aceh, sehingga bisa berkontribusi terhadap idelalnya pemerintah kedepan itu betul-betul menjawab berbagai persoalan yang selama ini menjadi kendala secara regulasi," kata dia.

Falevi berharap, semua pihak di Aceh harus mendukung revisi UUPA, karena banyak hal  yang terbentur dengan tidak dilakukan kewenangannya terhadap UUPA itu dan tidak diakomodir sepenuhnya.

Selanjutnya, kebijakan itu juga salah satu cara untuk bisa menampung berbagai aspirasi yang ada di Aceh. Kemudian juga mempertimbangkan sifat regulatifnya yang harus dilewati.

"Saya pikir semangat kita bersama selama itu revisinya lebih maju bukan lebih mundur, pasti didukunglah. Kita positif thinking saja," ujar Falevi.

Falevi juga mengatakan pemerintah pusat memotong secara sepihak kewenangan yang diberikan kepada Aceh dalam UUPA. Akan tetapi yang paling penting butir-butir MOU Helsinky itu betul-betul bisa diregulatifkan dalam revisi UUPA.

Misalnya, ada beberapa pasal yang memang tidak terakomodir di UUPA, ada 16 pasal. Kemudian ada beberapa pasal yang memang harus ikut standar prosedur nasional, sehingga hal tersebut perlu kajian panjang.

"Karena inikan daerah khusus dan daerah istimewa, maka hal yang bertentangan selama ini perlu jadi landasan regulasi agar Pemerintahan Aceh ke depan, baik birokrasi dan tata kelola pemerintahan, berjalan lebih baik,” kata Falevi.