Bekas Bupati Aceh Tamiang Ditetapkan Tersangka Kasus Korupsi Lahan Eks HGU PT Desa Jaya

Kejati Aceh. Foto: RMOLAceh.
Kejati Aceh. Foto: RMOLAceh.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh dikabarkan telah menetapkan Bekas Bupati Aceh Tamiang berinisial M, sebagai salah satu tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penguasaan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Desa Jaya Perkebunan Alur Jambu dan Alur Meranti.


Saat itu M menjabat sebagai Kepala Kantor Badan Pertahanan Negara (BPN) Aceh Tamiang pada tahun 2009. M menerbitkan sertifikat hak milik di atas tanah negara dengan tujuan untuk dijual kembali kepada negara.

"Memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik," kata sumber Kantor Berita RMOLAceh, Rabu 12 April 2023.

Tidak hanya itu M, Kejati Aceh juga menetapkan tersangka lainnya. Yaitu, TY yang merupakan Direktur PT Desa Jaya Alur Jambu dan Direktur PT Desa Jaya Alur Meranti.

TY dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan musyawarah bersama panitia pengadaan tanah tanpa kuasa pemegang hak dan alas hak. "Menerima pembayaran ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dari tanah negara, memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik," sebut dia. 

Adapun tersangka selanjutnya, ialah TR selaku penerima ganti rugi pengadaan tanah untuk kepentingan umum pembangunan Makodim Aceh Tamiang. TR diketahui mengajukan  permohonan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas tanah negara dengan tujuan untuk dijual kembali kepada negara.

"Mengajukan dan menerima pembayaran ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik," sebutnya.

Untuk diketahui pada tahun 1963, PT Desa Jaya dengan direktur mendiang Tengku Abdul Jalil (Ayah Kandung TY dan TR) memiliki dua  HGU perkebunan karet di Aceh Tamiang. Pada HGU dengan Nomor 25 D/H Nomor 1 berdasarkan sertifikat HGU 12 September 1970 yang pada 24 Agustus 1963, masa berlaku HGU selama 25 tahun berakhir dan pada 22 Agustus 1988 perkebunan Meuranti seluas 885,62 hektare.

Sementara dengan HGU Nomor 24 D/H Nomor 1 yang merupakan perkebunan Alur Jambu dikeluarkan pada tanggal 12 September 1970, juga didaftarkan tanggal 24 Agustus 1963 berlaku selama 25 tahun berakhir pada tanggal 22 Agustus 1988 seluas 1.658 ha. Namun, setelah habis masa HGU tersebut,  pelaksanaan kegiatan usaha perkebunan dari tahun 1988 hingga sekarang, kedua perusahaan tersebut tidak didukung alas hak dan perizinan dalam melaksanakan usaha perkebunan.

Kemudian, pada tahun 2009 pengurus PT Desa Jaya TR mengajukan permohonan sertifikat hak milik diatas tanah negara yang berdekatan dengan Lahan Ex-HGU PT. Desa Jaya Alur Meranti dengan tujuan untuk mendapatkan pembayaran dari  pengadaan tanah untuk kepentingan umum pembangunan Makodim Aceh Tamiang.

Dikarenakan asal muasal tanah tersebut merupakan tanah negara TR dengan dibantu oleh M membuat permohonan kepemilikan hak tanah dengan tujuan untuk bertani dan berkebun. Setelah terbit sertifikat pada tanggal 5 Juni 2009, selang beberapa hari Pemerintah  Aceh Tamiang melakukan ganti rugi kepada TR atas tanah tersebut seharga Rp 6,4 miliar.

Diketahui PT Desa Jaya Alur Meranti dan PT Desa Jaya Alur Jambu mendapatkan keuntungan illegal yang berasal dari pelaksanaan kegiatan usaha perkebunan secara melawan hukum. Mereka tidak berhak menerima ganti rugi atas pengadaan tanah untuk kepentingan umum pembangunan makodim Aceh Tamiang tahun 2009 yang berdampak kerugian keuangan negara dan perekonomian negara berkisar Rp 64 miliar.