Beri Pinjaman, Cina Berpotensi Kuasai Dua Selat Strategis Indonesia

Peta tiga jalur strategis Indonesia. Foto: net
Peta tiga jalur strategis Indonesia. Foto: net

Skenario loan-to-own yang dilakukan Cina dalam proyek Belt and Road Initiatives (BRI) acap kali disuarakan. Banyak pihak pihak mengkhawatirkan hal ini.


Lewat skenario itu, Cina meminjamkan ratusan miliar dolar ke negara-negara agar mereka dapat membangun infrastruktur, mulai dari jalan raya, kereta api, hingga pelabuhan.

Dengan pinjaman yang fantastis dan strategi yang direncanakan sedemikian rupa, negara-negara peminjam kerap kewalahan membayar utang mereka. Alhasil, opsi untuk "menyerahkan" aset strategis ke Cina terpaksa dilakukan.

Pengamat ekonomi, Rizal Ramli, meprihatikan hal ini. Dia pernah menuangkan gagasannya itu bertajuk "The Risks of Favoring China".

Rizal menyoroti dua proyek pelabuhan di Medan dan Bitung yang menjadi bagian kerja sama BRI dengan Cina.

Dilihat dari skalanya, dua proyek tersebut jauh lebih besar daripada yang dibenarkan secara komersial. Begitu dibangun dan dioperasikan, maka orang-orang akan memahami bahwa keduanya akan menambah daftar proyek yang gagal.

"Pelabuhan Medan, jika jatuh di bawah kendali Cina, akan memberi Beijing kontrol untuk mengendalikan lalu lintas melalui Selat Malaka," kata Rizal seperti diberitakan Kantor Berita Politik RMOL, Kamis, 8 Juli 2021. 

Kemungkinan yang sama juga terjadi jika Cina mengambil alih pelabuhan Bitung karena artinya Beijing dapat menguasai Selat Lombok, yang melalui Lombok-Makassar-Manado.

Jika dua selat itu dikombinasikan, maka pada dasarnya China akan menguasai pintu gerbang antara Samudra Hindia dan Asia Timur.

"Satu atau bahkan dua pelabuhan lagi disewakan ke Cina selama beberapa dekade mendatang. Kerugiannya bukan hanya milik Indonesia, tapi juga seluruh Indo-Pasifik," kata dia.