Beribadah Tenang di Masjid Tanpa Tiang

Masjid Raudhaturrahman, Padang Tiji, Pidie. Foto: RMOLAceh/Muhammad Fahmi.
Masjid Raudhaturrahman, Padang Tiji, Pidie. Foto: RMOLAceh/Muhammad Fahmi.

MASYARAKAT Padang Tiji, Pidie, menyebut masjid ini dengan nama Masjid Bruek. Meski secara resmi, masjid ini dinamai Raudhaturrahman yang berarti Taman Milik Sang Pengasih. Masjid ini berada sepelemparan batu dari pasar Padang Tiji. 


Bruek berarti tempurung. Nama itu sesuai dengan bentuk kubah masjid Raudhaturrahman: mirip tempurung kelapa terbelah dua yang ditelungkupkan. Jika dibanding-bandingkan, arsitektur masjid ini jauh berbeda dengan masjid yang ada di Aceh secara umum. Tidak ada tiang penyangga tegak di bagian dalam masjid itu. 

Masjid ini memiliki hanya satu kubah berkelir biru yang menutupi seluruh bagian masjid, mulai dari areal utama hingga pelataran dan tangga masuk. Seluruh tiang penyangga dibuat melengkung mengikuti bentuk kubah Masjid Bruek. 

Masjid ini dikelilingi dengan halaman luas. Pengurus Masjid Raudhaturrahman Padang Tiji, Asmadi Aji, mengatakan masjid mampu menampung sekitar 2.000 jamaah. Dan ratusan kendaraan bermotor. 

“Memang modelnya seperti ini. Tidak ada tiang. Bapak Insinyur Azwar Abubakar (arsitek masjid ini) terilhami dari salah satu masjid di Australia,” kata Asmadi Aji kepada Kantor Berita RMOLAceh, Ahad 29 Mei 2022.

Masjid ini dibangun dengan swadaya masyarakat Padang Tiji pada 1980. Saat itu, Azwar Abubakar masih bekerja sebagai konsultan perencanaan bangunan di Banda Aceh. Pendirian Masjid Raudhaturrahman digagas oleh orang tokoh masyarakat, seperti Jafar Masjid (Asisten I Pemkab Pidie kala itu), Tgk Muhammad Daud Gogo (Pimpinan Dayah Gogo), Drs Abdullah Arsyad (Camat Padang Tiji kala itu), Tgk H Mukhtar Hasyem, dan Tgk H Abdul Razak (Mantri Razak). Menteri Bulog RI pada masa itu, Bustanul Arifin, yang juga orang Padang Tiji, meletakkan batu pertama pembangunan Masjid Bruek. 

Pada bagian ini digambarkan bahwa pagar dan gerbang sebagai perwujudan dalam menjaga wilayah masjid dan membatasi wilayah masjid agar tetap dalam ruang lingkup yang jelas. Hal ini sama seperti masjid pada umumnya. Gerbang juga demikian, hanya menggunakan motif geometri yang seimbang dengan balutan warna hijau. 

Walau ide bentuk masjid ini terinsipirasi dari sebuah masjid di Australia, konsep yang ada dan dikembangkan di masjid ini murni berasal dari ide-ide para pencetus saat pembangunan masjid akan dimulai. Asmadi mengatakan masjid ini didirikan di atas tanah wakaf Teuku Raja Manyak Panglima Polem seluas 1,5 hektare. Dia adalah anak Panglima Polem yang bermukim di Banda Aceh.  

“Di masjid ini juga ada diselenggarakan pengajian rutin ba’da salat Subuh. Dan pada Ahad digelar pengajian rutin. Demikian juga pada malam Jumat ada, malam Rabu,” kata Asmadi.

Bagian dalam masjid yang indah memberikan kesan nyaman dan sejuk. Jamaah rela berlama-lama di dalam masjid dan membuat ibadah menjadi lebih syahdu. Tanpa tiang, masjid ini benar-benar terlihat luas. Perpaduan hijau dan putih, pada dinding dan lantai, membuat mata teduh. Inilah konsep ketenangan yang diharapkan saat beribadah.

Karena letaknya di sisi jalan Medan-Banda Aceh, banyak pelancong yang singgah ke Masjid Bruek. Meski hanya untuk beristirahat sebelum meneruskan perjalanan. Untuk itu, pengurus masjid menyediakan tempat khusus beristirahat di sisi kiri masjid. Masjid ini juga kerap dijadikan tempat pernikahan.