Beritakan Pengoplosan BBM, Wartawan Lampung Post Diintimidasi Oknum TNI dan Polri

Ketua AJI Bandar Lampung. Foto: RMOLLampung.
Ketua AJI Bandar Lampung. Foto: RMOLLampung.

Ahmad Sobirin, jurnalis Lampung Post, diintimidasi oknum polisi usai meliput pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) di Tulang Bawang Barat. 


Perlakuan terhadap jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya itu pun turut disoroti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandarlampung. Intimidasi itu dialaminya Jumat pekan lalu.

“Kami mengecam segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis. Apalagi, itu berkaitan dengan aktivitas jurnalistik,” kata Ketua AJI Bandar Lampung, Hendry Sihaloho, seperti dikutip dari Kantor Berita RMOLLampung, Selasa, 30 Maret 2021.

Hendry menjelaskan intimidasi itu dialami Sobirin lewat telepon. Belakangan diketahui bahwa orang tersebut adalah anggota Polres Tulang Bawang Barat.

“Kamu ini enggak sepandangan lagi. Sudah itu, kamu ajak anggota dewan pula. Nanti, kamu ketemu saya. Jangan kau lihat saya baik-baik," demikian ucapan petugas tersebut seperti ditirukan Sobirin. “Kamu kayaknya mau tahu betul sama saya. Nanti ketemuanlah ya. Nanti saya cari kamu. Biar kamu tahu saya.”

Selain dihubungi oknum polisi, di hari yang sama, Sobirin juga didatangi dua pria. Salah satu dari mereka merupakan bekas anggota TNI. Dia meminta Sobirin berhenti memberitakan pengoplosan BBM.

Hendry meminta semua pihak untuk menghormati kerja-kerja jurnalistik. Sebagai bagian dari pers, jurnalis memiliki peran yang sangat spesifik dalam masyarakat. Tugas para jurnalis adalah mempersenjatai publik dengan informasi. Tujuannya, memberdayakan warga negara untuk memperkuat institusi demokrasi dan demokrasi itu sendiri.

“Kami mengingatkan bahwa tugas jurnalis dilindungi UU 40/1999 tentang Pers. Tindak kekerasan akan menghambat jurnalis memenuhi tujuan jurnalisme, yakni menyediakan informasi yang dibutuhkan warga agar mereka bisa mengatur hidupnya secara bebas,” ujar Hendri.

Hendri menambahkan jurnalis perlu mendapat perlindungan dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik. Sebab, keberadaan jurnalis untuk menjamin dan memastikan hak-hak publik terpenuhi, di antaranya hak atas informasi.

“Artinya, aksi kekerasan yang itu menghambat tugas jurnalis sama saja mengebiri hak publik memperoleh informasi yang dijamin konstitusi,” kata Hendry.