Berziarah ke Masjid Tuha Indrapuri

Masjid Tuha Indrapuri. Foto: RMOLAceh/Muhammad Fahmi.
Masjid Tuha Indrapuri. Foto: RMOLAceh/Muhammad Fahmi.

BANGUNAN dengan arsitektur tua itu berdiri megah di Keude Indrapuri, Aceh Besar. Masyarakat di sekitar masih menjadikan bangunan tua itu sebagai pusat beraktivitas dan beribadah. Mereka menyebut bangunan itu dengan nama Masjid Tuha. 


Dalam bahasa Aceh, tuha berarti tua. Seperti namanya, masjid ini berdiri sejak lama dan menjadi salah satu saksi peradaban Islam di Serambi Mekah. Dan kini, jejak peninggalan sejarah itu dapat diziarahi oleh wisatawan untuk menikmati keindahan arsitektur masjid tersebut. 

“Uniknya, masjid ini terletak di atas bangunan candi yang sebelumnya dijadikan sebagai pura sekaligus benteng kerajaan Hindu Lamuri,” kata juru pelihara Masjid Tuha Indrapuri, Ismawardi, Senin, 25 April 2022.

Sejumlah literatur sejarah menyebutkan bahwa Masjid Tuha Indrapuri dibangun pada masa Pemerintahan Sultan Iskandar Muda, sekitar tahun 1607-1636 miladiyah, di atas bangunan pra Islam. Dari segi arsitektur, Masjid Indrapuri dipengaruhi oleh budaya Hindu. Ini terlihat dari bentuk atap masjid yang bertingkat-tingkat.

Masjid Indrapuri pernah menjadi tempat penobatan Sultan Muhammad Daudsyah, pada 1878 miladiyah, sebagai Sultan Aceh. Sultan Muhammad Daudsyah merupakan Sultan Aceh terakhir.

Masjid Tuha Indrapuri ini memiliki pekarangan luas 33.875 meter persegi. Masjid ini ditutupi oleh tembok tua selebar bentang tangan pria dewasa. Bentuknya mirip dengan benteng. Di areal masjid juga terdapat dua kolam kecil sebagai tempat berwudhu dan mencuci kaki. Selain itu juga ikut dikelilingi pohon sehingga udara sekitar menjadi terasa sejuk dan segar.

Ismawardi mengatakan pada 600 miladiyah, daerah ini masih menjadi pusat kerajaan Hindu. Lantas Islam masuk ke daerah ini, pada 700 miladiyah, dari Pasai. Lalu pada 800, didirikanlah dua masjid yakni Masjid Raya Baiturrahaman di Banda Aceh dan Masjid Indrapuri. 

Kerajaan Hindu pun mulai menerima Islam. Mereka membaur dalam kehidupan muslim. Sebagian yang menolak Islam pindah ke daerah lain. Peninggalan ajaran Hindu di areal tersebut tidak dihancurkan. Sisa-sisa peninggalan itu dikuburkan di bawah lantai masjid. 

Adapun untuk kayu penyangga masjid, kata Ismawardi, berasal dari kayu nangka dan meranti. Dari kayu tersebut Masjid Tuha Indrapuri masih terlihat berdiri kokok hingga sekarang ini. Umur kayu itu mencapai ratusan tahun. Pembangunan masjid ini semakin progresif setelah Sultan Iskandar Muda berkuasa. Saat itulah Islam di Aceh mencapai puncaknya. 

Masjid Tuha Indrapuri memiliki 36 tiang penyangga kayu yang menopang atap. Kayu-kayu itu belum pernah diganti. Terdapat 4 tiang yang memiliki makna tertentu, mulai tentang syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat.

Ismawardi menjelaskan, tentang syariat yang dimaksud ialah hukum atau aturan Islam yang mengatur seluruh pola dan aturan kehidupan umat yang menganut agama Islam. Kemudian tarekat dimaknai dengan jalan yang dilakukan untuk menjadi seorang yang bertakwa. 

Selanjutnya, hakikat dimaknai dengan kepercayaan dan patuh kepada Allah. Lalu, makhrifat yaitu mengenal Allah lebih dekat. Di setiap sudut di bagian dalam masjid terdapat ukiran kaligrafi kuno. Sedangkan untuk tinggi bangunan masjid tersebut mencapai 11.56 meter.

“Orang-orang Hindu dulunya mereka membuat candi, benteng ataupun tempat penyembahannya itu yang dekat dengan air, maka dulunya candi ini dikelilingi sungai. Kemudian waktu mereka meninggal lalu dibakar, abu-abunya dilepaskan ke sungai itu,” kata Ismawardi.

Ismawardi juga mengatakan bahwa candi atau benteng ini terdapat di tiga lokasi berbeda. Ketiga benteng ini dikenal dengan nama “Aceh Tiga Segi” atau “Aceh Lhee Sagoe”. Di Indrapuri, satu lokasi diperuntukkan bagi Ratu Arsya. Dua benteng lain berada di pinggir laut sebagai tempat pertahanan. Ratu Arsya memilih Indrapuri karena subur. Dari sinilah bahan kebutuhan pokok untuk rakyat dikirimkan. 

Adapun kedua kerajan lain berdiri di pinggir laut. Kerjaan itu terletak di Krueng Raya, Baet, Baitussalam, Aceh Besar, yang disebut Indrapatra. Satu kerajaan lain bernama Indrapurwa. Kerjaaan ini terletak di Gampong Lambadeuk, Peukan Bada, Aceh Besar.

Masjid Tuha Indrapuri ini dapat dijangkau dengan mudah. Dari Banda Aceh, jarak masjid ini hanya sekitar 25 kilometer. Lokasinya persis berada di sisi jalan lintas Banda Aceh-Medan. 

Masjid Tuha Indrapuri ditetapkan sebagai salah satu situs cagar budaya oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh. Itu berarti Masjid Tuha perlu dikunjungi, dan harus dilindungi, serta dilestarikan.