Bisnis Yalsa Tersandung Rush Money

Member dan reseller Yalsa Boutique menunjukan produk pakaian yang mereka produksi. Foto: Fauji.
Member dan reseller Yalsa Boutique menunjukan produk pakaian yang mereka produksi. Foto: Fauji.

Mata Irmansyah berkaca-kaca saat bercerita tentang awal dia bergabung dengan Yalsa Boutique. Saat itu, kata Irmansyah, dia baru mengenal Safrizal dan Siti Hilmi Amirulloh, sosok pasangan suami-istri pengelola Yalsa.


Saat itu, Safrizal dan Siti--oleh para member dan reseller mereka dipanggil Daddy dan Mommy--diminta pindah dari kampung tempat mereka menetap atas desakan kepala desa yang menyebut keduanya menjalankan bisnis investasi bodong. Irmansyah menampung mereka. 

“Saat itu, bisnisnya masih olshop (toko jual beli online). Namun sedikit demi sedikit, permintaan pasar mulai naik. Saya ikut dengan mereka sejak awal hingga saat ini,” kata Irmansyah yang saat ini dipercaya sebagai kepala kantor Yalsa Boutique, Ahad lalu. 

Sebelum bergabung dengan Daddy dan Mommy, Irmansyah mencari nafkah sebagai tukang sepatu. Kehidupannya sekarang berubah berkat berkembangnya bisnis pakaian yang dijalani oleh Daddy dan Mommy. Awalnya, kata Irmansyah, mereka hanya menjual merek-merek pakaian yang diproduksi oleh perancang mode, seperti Lina Sukijo. 

Modal mereka pun terbatas. Mereka menggalang modal dari beberapa orang yang mau bergabung dengan pembagian keuntungan yang terbilang besar, mencapai 50 persen dari total modal. Irmansyah mengatakan sebenarnya bisa saja mereka mengambil modal ke perbankan. 

Namun manajemen memilih opsi lain. Mereka menilai lebih baik jika keuntungan yang mereka dapat itu langsung dirasakan oleh para penanam modal ketimbang perbankan. Dengan demikian, uang itu akan langsung dirasakan manfaatnya. 

“Sekarang saya sudah bisa beli mobil sendiri. Berkat usaha Yalsa yang berkembang,” kata Irmansyah. 

Setelah mempelajari pasar, manajemen Yalsa mencoba peruntungan baru dengan memproduksi sendiri merek mereka. Manajemen Yalsa yang merancang dan membuat produk pakaian itu mulai dari gambar hingga berbentuk baju-baju bernuansa islami. 

Sebagian produk itu dibuat di Mojokerto, Jawa Timur. Meski pernah mendatangi pabrik baju tersebut, Irmansyah mengaku tak ingat lokasi persis pabrik yang dijadikan andalan untuk memproduksi pakaian-pakaian diedarkan di seluruh Tanah Air. 

Dalam sebuah acara di Hermes Hotel, di Banda Aceh, akhir Januari lalu, Yalsa memproklamirkan diri sebagai produsen pakaian muslim bermerek Yalsa Fashion kepada masyarakat. Ini adalah langkah awal Yalsa Boutique merambah pasar busana muslim. 

“Tidak hanya di Aceh, tetapi juga Indonesia. Kami juga siap bersaing di tingkat dunia," kata Mommy. 

Mommy menyebutkan produk yang diluncurkan merupakan busana muslim sehari-hari dengan konsep basic muslimah, sporty muslimah, dan casual muslim. Busana muslim tersebut tidak hanya untuk wanita, tetapi juga pria.

"Busana muslim yang kami tawarkan untuk segala kalangan dengan harga bersaing. Kami yakin, busana muslim merek Yalsa Fashion diterima konsumen, khususnya kawula muda dan remaja," kata Mommy.

Namun bisnis Yalsa bukan sekadar membuat baju. Mereka juga mengumpulkan uang dari masyarakat dalam bentuk investasi. 

Yalsa memiliki sejumlah reseller yang menghimpun dana dari masyarakat. Seorang reseller mengatakan setiap investasi sebesar Rp 2 juta akan mendapatkan bagi hasil dalam satu bulan mencapai Rp 980 ribu setelah dipotong infak sebesar 2,5 persen. 

Irmansyah mengatakan Yalsa tidak ragu mengumpulkan dana dari masyarakat di tengah krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. Bahkan, kata dia, selama pandemi, Yalsa meraih keuntungan ditopang oleh omzet penjualan yang tinggi. 

Uang investasi ini digunakan untuk mengembangkan produk Yalsa Boutique memproduksi pakaian. Bahkan Yalsa berencana membuat tas dan sepatu dengan harga jutaan rupiah per potong. Produk-produk ini disebut akan dijual juga ke luar negeri. 

Investasi inilah yang belakangan dipertanyakan orang. Beberapa waktu lalu, sejumlah orang mendatangi kantor Yalsa Boutique, di kawasan Beurawe, Banda Aceh, meminta manajemen mengembalikan uang yang mereka tanam. 

“Itulah yang buat kami pening. Tidak mungkin kami mengembalikan uang itu. Bank saja kolaps kalau semua nasabah menarik dana mereka,” kata Irmansyah. 

Kedatangan mereka memaksa Syafrizal alias Daddy membuat surat pernyataan di atas materai Rp 6.000. Dalam surat itu, Daddy menjamin bahwa Yalsa Boutique akan membagikan hasil keuntungan yang seharusnya dilakukan pada 8 Februari 2021 menjadi 17 Februari 2021. Penarikan modal oleh investor yang belum merasakan laba juga dilakukan pada 17 Februari 2021. 

Untuk member (investor) baru yang belum sekalipun menikmati hasil akan mendapatkan pengembalian modal sebesar 50 persen dari yang mereka setorkan dalam dua bulan. Sedangkan investor yang menanamkan modal pada 1 Juni 2020 akan mendapatkan bagi hasil sebesar 30 persen hingga jangka waktu 1 tahun. 

Irmansyah membantah tudingan bahwa investasi yang mereka kumpulkan langsung dari masyarakat ini adalah investasi bodong. Yalsa juga bukan money game. Uang para investor, semua ditanamkan untuk memproduksi pakaian. Bahkan mereka juga berencana untuk membangun pabrik kerupuk di Kecamatan Lamno, Aceh Jaya, sebagai salah satu penopang bisnis. 

Irmansyah mengatakan pihaknya tengah mengurus sejumlah persyaratan untuk dapat mendaftar di Otoritas Jasa Keuangan. Saat ini, mereka tengah mempersiapkan badan usaha dari commanditaire vennootschap (cv) menjadi perusahaan terbatas (pt). 

OJK sendiri mengingatkan agar masyarakat berhati-hati dalam berinvestasi. masyarakat diminta untuk mempelajari segala bentuk investasi sebelum menanamkan uang mereka ke dalamnya. 

Seperti dikutip dari laman OJK, lembaga ini memberikan peringatan agar masyarakat berhati-hati dan mengenali ciri-ciri investasi ilegal, yakni: menjanjikan keuntungan tidak wajar dalam waktu cepat, menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru, memanfaatkan tokoh masyarakat/tokoh agama, menjanjikan aset aman dan jaminan pembelian kembali, klaim tanpa risiko dan legalitas tidak jelas. 

Wawan, seorang reseller Yalsa, menjawab singkat saat ditanyakan, “pertanyaan apa yang paling disering ditanyakan oleh calon investor saat ditawarkan untuk bergabung dengan Yalsa.” Ini jawaban Wawan mengutip para investornya, “Berapa besar keuntungannya?”