BPKP Aceh Temukan Manipulasi Pembangunan Pengaman Pantai Cunda-Meuraxa

Kepala BPKP Perwakilan Aceh, Indra Khaira Jaya. Foto: ist.
Kepala BPKP Perwakilan Aceh, Indra Khaira Jaya. Foto: ist.

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, Indra Khaira Jaya, mengatakan lembaganya menuntaskan audit investigasi pembangunan pengaman pantai Cunda-Meuraksa, Lhokseumawe. 


“Tim menemukan modus rekayasa proses lelang dan pekerjaan fisik yang tidak sesuai dengan kontrak,” kata Indra, Kamis, 18 Maret 2021. Pengaman pantai Cunda-Meuraksa, Lhokseumawe, itu dibangun menggunakan Dana Otonomi Khusus Lhokseumawe. 

Praktik rekayasa itu, kata Indra, merugikan keuangan negara lebih dari Rp 4,9 miliar. Selanjutnya, kata Indra, akan dilakukan quality assurance oleh tim kantor pusat BPKP sebelum hasil audit itu diserahkan kepada instansi penyidik untuk proses hukum. 

Indra sendiri menyayangkan tindakan manipulasi tersebut. Dia mengatakan dana otonomi khusus yang diberikan kepada Aceh seharusnya dapat dijadikan sebagai alat untuk memuliakan masyarakat lewat kesejahteraan yang lebih baik. 

Indra mengatakan bukti-bukti yang ada diharapkan dapat digunakan untuk memintai pertanggungjawaban pihak-pihak yang terkait sesuai dengan perbuatan dan kapasitas masing-masing.

Proyek itu dianggarkan di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Lhokseumawe mulai 2015 hingga 2020. Pada 2015, dianggarkan dana sebesar Rp 12,9 miliar. Di tahun yang sama, untuk pengawasan lanjutan, dianggarkan sejumlah Rp 257,3 juta. 

Setahun kemudian, pemerintah kota kembali menganggarkan dana sebesar Rp 12,9 miliar ditambah Rp 185,4 juta. Pada 2019, pemerintah kota menganggarkan dana sebesar Rp 6,8 miliar untuk menuntaskan pembangunan tanggul batu tersebut. 

Lantas tahun lalu, di laman LPSE Kota Lhokseumawe, muncul kembali pengadaan untuk proyek yang sama bernilai Rp 4,9 miliar. Dari penelusuran Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), proyek tahun 2020 tersebut sudah dibayarkan kepada rekanan pemenang proyek, yakni PT Putra Perkasa Aceh, meski proyek itu tidak dikerjakan alias fiktif. 

Belakangan, rekanan pemenang proyek mengembalikan seluruh uang itu ke kas daerah. Kejaksaan Negeri Lhokseumawe lantas menyurati BPKP Aceh untuk mengaudit investigasi proyek ini.