Bukan Sekedar Wacana, Disperindag Sebut Serius akan Bangun Pelabuhan Ekspor CPO di Aceh

Kadisperindag, Aceh, Mohd Tanwier. Foto: RMOLAceh.
Kadisperindag, Aceh, Mohd Tanwier. Foto: RMOLAceh.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh, Mohd Tanwier mengatakan pihaknya sangat serius dengan rencana pembangunan  pelabuhan ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak mentah sawit di Aceh. Dia berharap pelabuhan tersebut bisa dibangun seperti di wilayah, Aceh Utara, Aceh Singkil dan Aceh Barat.


"Supaya nanti ekspor CPO itu tidak lagi menggunakan sarana dan prasarana darat, tetapi menggunakan sarana dan prasarana laut. Tentunya kita serius dalam hal itu," ujar kata Mohd Tanwier kepada Kantor Berita RMOLAceh, Senin, 6 Februari 2023.

Menurutnya, saat kedatangan Menteri Perhubungan (Menhub) ke Aceh beberapa waktu lalu, Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Achmad Marzuki juga sudah meminta untuk memfasilitasi pembangunan pelabuhan tersebut. Selain dia mempersilahkan jika ada pihak swasta yang ingin mau membangun pelabuhan CPO di Aceh.

"Jadi pembangunan pabrik CPO tersebut tidak hanya harus pemerintah saja," ujar Tanwier.

Tanwier berharap pembangunan pelabuhan untuk ekspor CPO bisa terlaksana dengan baik. Pelabuhan tersebut nantinya bukan hanya bisa untuk  CPO, namun juga bisa digunakan untuk angkutan sembako.

"Pastinya jika menggunakan kapal laut, harga sembako akan jauh lebih murah dibanding dengan jalan darat," ujar Tanwier.

Sekretaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo)-Aceh, Fadhli Ali, mengatakan pembangunan pelabuhan ekspor CPO (crude palm oil/minyak mentah sawit) di Aceh jangan hanya sekedar wacana. Pemerintah Aceh harus serius terkait rencana itu.

Pasalnya, kata Fadhli, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Indonesia sudah membuka kran ihwal pembangunan pelabuhan ekspor CPO di Aceh. Kesempatan ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.

“Semoga hal ini dipersiapkan dan ditindaklanjuti secara serius oleh Pemerintah Aceh,” kata Fadhli kepada Kantor Berita RMOLAceh, Ahad, 5 Februari 2023. “Sehingga nanti bisa terealisasi, tidak berhenti jadi wacana saja.”

Menurut Fadhli, Aceh salah satu daerah paling banyak pelabuhan di Indonesia. Sayangnya, kata dia, pengapalan CPO belum ada pelabuhan yang representatif.

Fadhli menjelaskan, ketika adanya pelabuhan ekspor dapat mendukung sirkulasi pemasaran CPO. Baik di dalam maupun luar negeri.

Berdasarkan data Apkasindo, luas perkebunan sawit di Aceh mencapai 535 ribu hektare. Lebih 50 persen diantaranya merupakan perkebunan sawit rakyat.

Fadhli menyebutkan, penanaman itu dilakukan sejak 1911 silam. Artinya, kata dia, Aceh pionir penanaman kelapa sawit di Indonesia bersama provinsi Sumatera Utara.

“Dengan kata lain, sejak jauh sebelum Indonesia merdeka, Aceh sudah menghasilkan CPO,” sebut Fadhli.

Di kawasan barat-selatan Aceh, kata Fadhli, di Aceh Barat Daya (Abdya), Kecamatan Susoh, masih ada pelabuhan yang bongkar muat CPO. Namun kapal di sana tidak bisa bersandar, akibat insfrastruktur yang kurang memadai.

Fadhli menyebutkan, CPO yang dibongkar muat di Pelabuhan Susoh itu dihasilkan dari PT Socfindo. Setiap bulan tertimbun di sana.

“Proses pengapalannya dilakukan melalui pipa bawah laut,” kata dia. “Di mana kapal menyandar pada posisi 300 sampai 400 meter dari bibir pantai Desa Pulau Kayu. Saya heran mengapa Pemerintah Aceh sungguh lama membiarkan CPO dari Aceh itu diangkut dengan cara seperti itu keluar daerah.”

Menurut Fadhli, apabila pelabuhan ekspor CPO di Aceh ada. Baik di wilayah barat-selatan atau utara timur Aceh akan mendongkrak perekonomian Aceh. Sehingga angka pengangguran dan kemiskinan tergurus. Aceh tidak akan lagi miskin.

Di samping itu, Fadhli menyebutkan, ongkos angkut CPO dari Pabrik Kelapa Minyak Sawit (PMKS) di Aceh mencapai Rp 500 per kilogram. Tingginya ongkos angkut CPO jadi komponen biaya penekan harga TBS (tandan buah segar) jadi murah.

Misalnya, kata Fadhli, ketika salah satu pabrik di kawasan barat selatan Aceh menuju ke Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara. Jaraknya hampir mencapai 1000 kilometer.

Fadhli berharap, dengan adanya keseriusan Pemerintah Indonesia melalui Kemenhub pelabuhan ekspor di Aceh dapat terwujud. Sehingga Aceh lebih mandiri, pastinya akan mensejahterakan masyarakat.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi, mengatakan masyarakat Aceh saat ini paling banyak memperoleh keuntungan dari sawit. Sayangnya, proses ekspor dilakukan lewat provinsi lain.

Untuk itu, kata Budi, Aceh harus memiliki pelabuhan ekspor agar memudahkan proses ekspor minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO). Sehingga tak lagi harus mengekspor melalui provinsi lain.

“Dari Meulaboh, dan kemana nanti, kami akan perbaiki. Kita buat supaya terlaksana ekspor dengan baik,” kata Budi saat meninjau sarana prasarana Pelabuhan Penyeberagan Ulee Lheue Banda Aceh, kemarin.

Menurut Budi, di Aceh sangat minim pelabuhan yang relatif komersial alias menguntungkan. Padahal, kata dia, tersedia pelabuhan yang baik akan menunjang perekonomian dan taraf kehidupan lebih baik.

Budi menyebutkan, ihwal pembangunan pelabuhan ekspor akan mengajak Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Achmad Marzuki, bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

"Karena itu saya minta gubernur agar beberapa pelabuhan yang ada di Aceh ini kita konsolidasikan ke BUMD dengan perusahaan dari Jakarta,” kata dia.

Di samping itu, Budi menyebutkan, pengangkutan logistik dominan menggunakan melalui darat. Padahal secara ekonomis, kata dia, jalur darat lebih mahal dibandingkan dengan jalur laut.

“Jalur laut muatan juga lebih besar,” ujarnya.