- Soal Kecurangan SPBU, Kembalikan ke Botol
- Ibu Kota Nusantara dan 118 Merdeka Tower
- Hak Azasi Bangsa Indonesia adalah Hak Atas Sumber Daya Alamnya
Baca Juga
HAMPIR setahun perjalanan waktu dilalui dalam proses sub holding PT Pertamina. Ini adalah kisah tentang pemisahan anak-anak perusahaan Pertamina dari induknya.
Maksud pemisahan ini agar anak-anak perusahaan itu bisa diprivatisasi atau dijual sebagian sahamnya kepada publik. Cara jualnya adalah melalui IPO di bursa saham karena induknya tidak bisa diprivatisasi, dilarang konstitusi.
Sub holding Pertamina menjalar ke PLN. Anak anak perusahaan PLN akan dipreteli untuk digabungkan dengan anak perusahaan Pertamina dalam skema sub holding.
Kali ini yang diembat adalah unit usaha PLN di bidang energi terbaharukan yakni pembangkit geotermal. PLN meradang. Bagi PLN, memiliki pembangkit energi terbaharukan adalah bagian dari prestasi PLN dalam mengejar target bauran energi. Kehilangan pembangkit geotermal adalah musibah bagi PLN.
Perusahaan ini selalu menjadi sasaran kampanye negatif organisasi lingkungan karena dianggap tidak berkomitmen terhadap transisi energi. Apesnya, justru dalam skema sub holding ini malah pembangkit terbaharukan diembat oleh pihak lain.
Capaian perusahaan dalam bauran energi, nanti, akan menjadi standar bagi PLN dalam bidang keuangan. Perusahaan ini berpeluang mendapatkan pinjaman murah, investasi baru dan lain sebagainya.
Sub holding anak perusahaan Pertamina dan juga akan mengambil anak perusahaan PLN. Tujuannya adalah mencari uang. Saya rasa ini tujuan pokok.
Setelah sub holding dilakukan, pemerintah mencari uang lewat utang baru, investasi baru dan hasil jual saham. Semua diangan angan akan dapat uang besar.
Khayalan pemerintah ini tampaknya didasarkan pada asumsi bahwa aset perusahaan migas pasti laku kalau dijual karena banyak peminat. Jika swasta diberi peluang masuk dalam bisnis Pertamina, maka banyak pemilik uang atau modal yang menetes air liurnya.
Mereka akan berbondong bondong membeli saham anak perusahaan Pertamina yang di lantai saham. Sehingga sub holding menyasar usaha hulu Pertamina atau usaha di bidang eksplorasi dan eksploitasi minyak atau menyedot minyak dari dalam bumi.
Di masa lalu usaha penyedotan minyak ini adalah sumber uang yang paling menggiurkan. Perusahaan asing selama ratusan tahun menyedot minyak di Indonesia. Sekarang banyak perusahaan asing kabur dalam bidang ini. Blok minyak mereka dibeli oleh Pertamina. Pertamina membelinya kepada pemerintah. Di antaranya Blok Mahakam, Blok Rokan, ONWJ dan lain sebagainya. Nah, setelah dibeli Pertamina, blok-blok yang dikerjakan anak perusahaan Pertamina akan di sub holding-kan dan selanjutnya di IPO. Aset anak perusahaan di bagian hulu ini sangat besar. Aset yang besar ini diharapkan bisa laku dijual demi cuan.
Lalu kelompok kedua adalah kilang Pertamina. Sama dengan hulu, kilang, meskipun uzur, adalah aset dengan nilai ekonomi besar. Masih menghasilkan banyak uang. Swasta pasti tertarik mendapatkan cuan di sini.
Demikianlah yang diangankan para menteri. Selama ini kilang sulit dapat modal. Kilang tidak terbangun dan tidak berkembang. Segitu-gitu saja dari dulu. Beberapa waktu lalu kilang Pertamina terbakar secara beruntun, mulai dari kilang Balikpapan, kilang Balongan lalu selanjutnya kilang Cilacap.
Ribuan orang diungsikan dan tedapat korban jiwa dalam kejadian ini. Kilang kilang tua ini akan disub holding dengan harapan dapat cuan, uang masuk dan saham laku keras. Demikian angan-angan para menteri dalam urusan kilang ini.
Tidak sebatas itu, usaha Pertamina di bidang pembangkit listrik geotermal menjadi alat mencari cuan di tengah krisis dan pandemi Covid-19. Dalam hal ini PLN keserempet. Aset pembangkit geotermalnya direnggut, untuk dijual ketengan bersama pembangkit geotermal Pertamina yang dikelola PGE.
PLN meradang karena bisa kehilangan prestasi di bidang bauran energi. Sementara pembangkit terbaharukan lain milik PLN, seperti PLTA, sulit dibangun karena diperas berbagai pajak, termasuk pajak air.
Aset pembangkit PLN ini akan diserahkan pada PGE untuk dijual ketengan kepada investor. Ini mungkin diharapkan para menteri Jokowi agar dapat cuan besar dari isue perubahan iklim.
Aset geotermal ini mungkin akan dijadikan umpan cacing menarik uang dari kesepakatan COP 26 skotlandia. Tapi apa benar caranya dengan menjual pembangkit secara ketengan begitu bisa dapat cuan?
Coba cari jawabannya. Karena sepertinya para pembantu Presiden Jokowi senang cuap-cuap saja. Biar dikira kerja oleh presiden. Tapi hasil kerjanya nihil. Sebagai bukti, saya tidak melihat prestasi mereka dalam mengatasi kebangkutan PT Garuda Indonesia. Ya ujung ujungnya Garuda akan disuntik oleh APBN.
Tidak ada terobosan dalam mengatasi kebangkrutan BUMN Karya dan menyelamatkan keuangan BUMN holding tambang yang uangnya disedot saham Rio Tinto di Freeport grasberg Papua. Nasib puluhan BUMN lainnya sekarang di ujung tanduk, tersandera utang besar.
Kita perhatikan menteri Jokowi dalam hal ini menteri BUMN cuma gonta-ganti pejabat komisaris BUMN. Menempatkan orang dalam lingkaran pendukung kekuasaan di posisi penting di BUMN. Tapi hasilnya apa?
Di depan mata mereka hanya menonton BUMN berguguran satu persatu dihantam krisis dan ekonomi Covid-19. Tidak ada terobosan. Langkah mereka muter-muter dalam lingkaran. Tak tahun jalan keluar. Lantas berkhayall lewat sub holding; menjual ketengan anak perusahaan Pertamina. Tapi langkah teknisnya, mereka tidak paham, bingung.
Padahal sub holding sudah hampir setahun berjalan sejak ditetapkan, tapi ternyata tak bisa dilaksanakan. Mereka para menteri hanya bermain main wacana tapi tak tampak eksekusinya.
Boro-boro mau dapat cuan, yang ada saja tak bisa dipelihara. Petamina secara perusahaan cuma bisa untung seupil, penjualan menurun, kinerja keuangan memburuk, walaupun laporan keuangannya mantap dan mentereng.
Pertamina dikekuarkan dari JP Morgan indek karena tidak aman untuk investasi. Dengan sederat cacat itu, bagaimana mungkin menjual anak perusahaan yang tidak dijaga dengan benar?
Saban hari penguasa mengacak-acak. Menjadikan perusahaan negara sapi perah melalui tumpang tindih dan berubah ubah. Mereka masih terus bermimpi
| Penulis adalah peneliti pada Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
- PLN Pastikan Pasokan Listrik di Aceh Aman Selama Lebaran, Petugas Siaga 24 Jam
- Pertamina Pastikan Stok BBM untuk Mudik Lebaran Aman
- Soal Kecurangan SPBU, Kembalikan ke Botol