Cincau, Si Kenyal Hitam Tawar yang Diburu saat Bulan Ramadan

Cincau hasil produksi dari pabrik milik Yukfa di Gampong Laksana, Banda Aceh. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.
Cincau hasil produksi dari pabrik milik Yukfa di Gampong Laksana, Banda Aceh. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.

Siang menjelang sore memasuki pertengahan Ramadan 1444 Hijriah seorang warga muslim bernama Adam (26) mengetuk pintu toko usaha pembuatan Cincau milik Yukfa (58), seorang warga Banda Aceh dari Suku Tionghoa di kawasan Kampung Laksana, Banda Aceh. Dari balik pintu kayu berwarna biru muda, Adam memesan pelengkap minuman berbentuk petak berwarna hitam pekat. 


"Afah, cincau satu ya," kata Adam kepada Yukfa.

Sudah dua puluh tahun lamanya, Yukfa yang oleh para pelanggan akrab disapa Afah mengelola pabrik pembuatan cincau di Gampong Laksana, Banda Aceh. Afah merupakan generasi ketiga yang mengelola usaha pembuatan Cincau. Ia mewarisi usaha ini dari ayah dan kakeknya.

"Sudah puluhan tahun, kualitas tetap kita jaga," kata Yukfa, kepada Kantor Berita RMOLAceh, Senin, 3 April 2023. 

Cincau bertekstur seperti jelly, kenyal dan tawar. Bahan yang memiliki aroma khas daun yang direbus ini merupakan bahan pelengkap untuk olahan makanan atau minuman manis.

Yukfa memperlihatkan Cincau hasil produksi dari pabrik miliknya di Gampong Laksana, Banda Aceh. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.

Cincau berasal dari daratan Tiongkok (China). Namanya dari bahasa Hokikian, xiancao. Pelengkap minuman ini dibuat dari bahan baku utama yaitu daun Mesona Procumbens. Tanaman ini dulunya tumbuh subur di Tiongkok dan kini dibudidaya di Indonesia. 

"Cincau punya nutrisi, kaya serat dan baik untuk panas dalam," ujar Afah.

Walaupun sudah terkenal dan ramai pelanggan, namun Afah mengaku tidak memberi label atau brand tertentu pada usaha Cincau yang dia produk. Menurut pria kelahiran Aceh ini, warga dan pelanggan sudah mengenal cincau yang dua produksi dengan nama "Cincau Gampong Baro". 

Menurut Afah, puluhan tahun lalu, pabrik Cincau tersebut berada di Gampong Baro, kawasan Pasar Aceh. Saat pabrik Cincau dikelola oleh Afah, usaha ini kemudian dipindahkan ke Gampong Laksana. Namun nama usaha tetap saja melekat dari mulut ke mulut. 

Di pabrik Cincau miliknya, setiap pagi, mulai dari pukul 08.00 WIB, Afah dibantu oleh beberapa pekerja lainnya mulai mengolah bahan baku Cincau. Langkah pertama, daun Cincau dicuci kemudian direbus dan disaring. Selanjutnya dilakukan pencampuran bahan, hingga dicetak dalam loyang petak. 

Untuk memproduksi Cincau dalam jumlah besar, Afah menggunakan lima tangki raksasa yang diletakkan secara berjejer di atas tungku api. Para pekerja kemudian mengaduk bahan pembuatan Cincau tersebut dengan teliti, hingga sari patinya mendidih. Sementara pekerja lainnya mencetak bahan yang sudah dimasak.

"Proses pembuatan cincau memakan waktu sampai tiga jam," kata dia. 

Menurut Afah, dirinya memperoleh bahan baku langsung dari pulau Jawa, tepatnya Solo, Jawa Tengah. Bahan baku tersebut dibeli pada pemasok seharga Rp 40 ribu per kilogram (Kg). 

Setelah cincau selesai dimasak selama satu setengah jam lamanya, maka dalam satu tangki bahan Cincau yang telah selesai dimasak bisa menghasilkan 200 cetakan ukuran 22 x 22 centimeter (Cm).

Favorit Saat Bulan Ramadan

Dinilai punya sejuta manfaat dan sangat cocok dipadukan dengan minuman, maka tidak mengherankan jika Cincau banyak diburu oleh warga saat bulan Ramadan.  Tidak hanya di Banda Aceh, Cincau yang diproduksi oleh Afah sudah tersebar ke wilayah Timur hingga ke Barat Selatan provinsi Aceh. Para pembeli memesan Cincau tersebut, kemudian dia mengirimkan langsung dari pabrik. 

"Sehari, (di bulan Ramadan) laku 300 kotak Cincau," ujar Afah yang menjual cincau seharga Rp 25 ribu/kotak.

Untuk penjualan, Yukfa mengaku tidak hanya menjual dari tempat produksi saja. Para pekerja juga mengantarkan Cincau tersebut ke lapak-lapak penjual di Banda Aceh. 

"Ada juga yang beli dibawah harga, kami bisa jual Rp 5 ribu, tergantung ukurannya,"ujar Afah.

Adam, salah satu pembeli cincau mengaku selalu membeli cincau dari tempat Afah. Tapi Adam tidak tahu apa yang membedakan Cincau produksi Afah dengan yang lainnya. Dia membeli cincau tersebut atas suruhan Ibundanya saja.

"Mamak suruh beli selalu di sini, pernah saya beli di tempat lain. Mamak tau rasanya beda, jadi saya nggak mau ambil resiko lagi, jadi walau jauh saya tetap beli di sini," ujar pria warga Ulee Kareng tersebut.