Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh mengapresiasi Kepolisian yang cepat mencabut aturan larangan media untuk menyiarkan arogansi aparat. Namun Nuh juga mengingatkan kepolisian untuk lebih berhati-hati membuat aturan.
- Pelapor Korupsi Jadi Tersangka, KPK Berkoordinasi dengan Kepolisian
- Bea Cukai dan Kepolisian Berkolaborasi Amankan 500 Kilometer Pesisir Aceh dari Penyelundupan Narkotika
- MaTA Pertanyakan Urgensi Supervisi KPK dalam Kasus Beasiswa Aceh
Baca Juga
"Jangan sampai bertentangan dengan undang-undang," kata Nuh seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Rabu, 7 April 2021.
Aturan yang dikeluarkan kepala kepolisian itu, dan disebarkan lewat surat telegram, dinilai bertentangan dengan UU 40 Tahun 1999 tentang pers.
Nuh mengatakan meski telegram itu merupakan urusan internal, kandungan di dalam aturan itu berpotensi membatasi kebebasan pers.
Nuh juga khawatir telegram tersebut akan dipraktikan dengan berbeda di setiap daerah karena perbedaan pemahanan di setiap Polda dan jajarannya.
Dewan Pers, kata Nuh, membuka pintu dialog dengan kepolisian. Mereka juga dapat memfasilitasi diskusi Polri dengan konstituen Dewan Pers dan komunitas pers lainnya demi tercapainya pemahaman bersama tentang pentingnya kebebasan pers dalam demokrasi.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengakui ada kesalahan dalam penjabaran Surat Telegram (TR) terkait larangan media menyiarkan tindakan arogan aparat Kepolisian. Hal itu menimbulkan beda penafsiran.
Sigit mengatakan dia ingin anggota kepolisian tidak tampil arogan. Mereka harus memperbaiki diri sehingga tampil tegas dan tetap terlihat humanis.
"Bukan melarang media untuk tidak boleh merekam atau ambil gambar anggota yang arogan, atau melakukan pelanggaran," kata Sigit.
- Dewan Pers Imbau Semua Pihak Tolak Permintaan THR dari Oknum Wartawan
- Dewan Pers Minta Kandidat Capres-Cawapres Lindungi Kemerdekaan Pers
- Deklarasi Kemerdekaan Pers Bakal Dihadiri Tiga Paslon Capres dan Cawapres