Dianggap Tak Profesional, Bupati Aceh Barat Diminta Tegur PT PBM dan PT BTI

Tempat pengoperasian batu bara PT PBM di Aceh Barat. Foto: ist.
Tempat pengoperasian batu bara PT PBM di Aceh Barat. Foto: ist.

Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, Edy Syah Putra, meminta bupati setempat bersikap tegas atas aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan PT Prima Bara Maha (PBM) dan PT Bumi Tambang Indah (BTI). Karena kedua perusahaan dinilai tak profesional dan bermasalah dengan masyarakat.


"Perusahaan tersebut memberikan masalah dalam pengoperasian mereka. Baik dari mulut tambang di Desa Batu Jaya SP3, Kecamatan Kaway XVI hingga menuju pelabuhan Jetty Ujong Karang Meulaboh,” kata Edy, dalam keterangan tertulis, Kamis, 22 September 2022.

Menurut Edy, kedua perusahaan itu diduga tidak mencerminkan perusahaan yang benefit dan profesional. "Kami menduga, pengelolaan perusahaan tambang tersebut seperti ecek-ecek dengan model manajemen yang kami duga juga amburadul," sebut Edy.

Edy mengatakan, peristiwa yang tak menyenangi penduduk setempat juga sudah ditegur masyarakat. Mulai aturan dan juga konflik sosial.

       

Hal yang paling mencolok adalah ketika rapat dengar pendapat pada 7 September lalu. Yang dibahas tentang penggunaan fasilitas umum atau jalan oleh perusahaan PT PBM yang didasari oleh adanya suatu kerjasama (MoU) antara Pemerintah Aceh Barat pada bulan Desember Aulan.

Dalam dokumen tersebut, kata Ady, disebutkan tentang kewajiban PT PBM untuk menetapkan uang jaminan pemeliharaan jalan yang dipergunakan oleh perusahaan sebesar Rp 2,25 miliar. "Dan juga asuransi jaminan kecelakaan sebesar (Rp) 250 juta," sebut Edu.

Celakanya, uang jaminan pemeliharaan jalan dan asuransi jaminan kecelakaan hingga saat MoU atau kerjasama itu ditandatangani hingga saat ini, uang tersebut tidak tersedia atau sama sekali belum diberikan kepada pemerintah daerah melalui dinas terkait.

Tidak hanya itu, kata Edy, pihaknya juga mendapatkan berdasarkan dokumen yang ditandangani oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Barat melalui perusahaan daerah (Perseroda) Pakat Beusaree selaku pihak yang ditunjuk untuk mengelola Pelabuhan Jetty Meulaboh yang kemudian melakukan perjanjian kerjasama dengan perusahaan PT BTI.

Dalam perjanjian tersebut pada Pasal 5 ayat (1) disebutkan tentang bentuk jasa yaitu biaya loading batubara dan penumpukan dan dikenakan biaya dalam IDR per Metric Ton sebesar Rp 15 ribu. Artinya, sesuai fakta dilapangan, hingga semenjak perjanjian tersebut ditandatagani pada 8 Desember silam. Sesuai dengan ini pada perjanjian pelayanan jasa muat ke Tongkang dan fasilitas penumpukan Batubara, pihak BTI tidak mempunyai itikat atau komitmen yang baik guna menyelesaikan atau melaksanakan isi dari perjanjian tersebut.

"Artinya secara sederhana, PT BTI belum membayar dana restribusi dan menyetorkannya ke kas daerah," kata Edy.

Begitu juga dengan penempatan jaminan pemakaian fasilitas umum yang saat ini belum mendapatkan kejelasan. Senada dengan hal tersebut, pada tanggal 7 September lalu, pihak Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat telah melayangkan surat kepada Bupati Aceh Barat dengan perihal rekomendasi untuk menghentikan sementara waktu atas aktifitas operasional ke dua perusahaan yang dianggap tidak komit untuk melaksanakan kewajiban mereka. 

       

Dari itu pada hari Rabu kemarin, sidak yang dilakukan oleh salah satu Wakil Ketua DPRK Aceh Barat mendapati perusahaan masih melakukan aktifitas mereka, bahkan dari informasi yang didapatkan. Perusahaan telah mengirimkan satu unit tongkang yang berisikan batubara untuk dilakukan pengapalan di kapal vessel. 

       

"Parahnya lagi, kami juga mendapatkan proses penumpukan batubara yang berada diatas pelabuhan Jetty Ujong Karang Meulaboh juga rentan akan terjadi pencemaran lingkungan," ujar Edy.

Dimana dalam dokumentasi yang ditemukan di atas pelabuhan, adanya batubara yang jatuh ke dalam laut. Atas hal tersebut, GeRAK Aceh Barat juga meminta Inspektur Tambang atau Dinas ESDM Provinsi Aceh untuk turun kelapangan melihat kondisi pelabuhan tersebut.

       

Begitu juga dengan persoalan limbah di lokasi tambang di Desa Batu Jaya SP3. Hingga saat ini diduga tidak ada ipal untuk pengelolaan limbah air batubara, padahal dari rekaman dokumen yang di dapatkan. Aktifitas penambangan eksploitasi di lokasi tambang IUP PT PBM telah berlansung semenjak November 2021.

Kemudian disebutkan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Aceh Barat telah memberitahukan dan menyurati perusahaan agar menyediakan kolam limbah guna menghindari pencemaran lingkungan. Namun, sangat menyayangkan atas pernyataan Kadis DLH Aceh Barat pada RDP 7 September lalu yang menyatakan saat ini belum terjadi pencemaran atas limbah batubara dengan mengutip salah satu pernyataan warga masyarakat setempat.

"Kami menduga, Kadis DLH Aceh Barat tidak paham dan tidak melaksanakan perintah dengan apa yang sudah diamanahkan oleh aturan" ujar dia. "Padahal media penampung air limbah wajib diperlukan sebagai dari dampak eksploitasi pengambilan batubara."

Dimana akibat eksploitasi batubara tersebut kemudian menimbulkan air limpasan, air limbah dari lubang tambang dan air limbah dari proses pengolahan dan pemurnian.

Hal ini jelas-jelas menjadi amanat sebagaimana dimaksudkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2022 tentang pengolahan air limbah bagi usaha dan/atau Kegiatan pertambangan dengan menggunakan metode lahan basah buatan.

Dalam Pasal 2 ayat (1) disebutkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pertambangan wajib melakukan pengolahan air limbah sebelum dibuang ke media air.

Dengan apa yang telah menjadi temuan dari pihak Legislatif dan juga pihak DLHK Aceh Barat terkait keberadaan kolam limbah untuk pengendapan lumpur batubara ketika melakukan sidak kelokasi tambang.

"Kami mendesak pemerintah, baik tingkat provinsi untuk Kembali mengecek akan keseriusan pihak perusahaan. Tentunya ini menjadi tanggung jawab yang tidak bisa dilepaskan begitu saja pasca sidang RDP yang sudah kesekian kali dilaksanakan," sebut Edy.

"Bila tidak, maka kami menduga Legislatif dan Pemerintah hanya ecek-ecek, dan tidak pernah serius dalam menindaklanjuti persoalan tersebut," ujar Edu. "Dan kami menduga ada sesuatu yang sedang disembunyikan atau sedang dipraktekkan guna menutupi berbagai kejanggalan atau pelanggaran terhadap aturan yang berlaku di republik ini."