Dirugikan PLN dan Diberlakukan Tak Adil di Pengadilan, Warga Aceh Besar Gelar Aksi Tunggal

Syahril saat aksi di depan Kantor PLN Aceh. Foto: Muhammad Fahmi/RMOLAceh.
Syahril saat aksi di depan Kantor PLN Aceh. Foto: Muhammad Fahmi/RMOLAceh.

Syahril Ramadhan, seorang warga Desa Lambroe Bileu, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, menggelar aksi tunggal di Kantor Perusahaan Listrik Negara (PLN) Wilayah Aceh, Senin, 21 Februari 2022.


Syahril menjelaskan, aksi tersebut karena PLN memutuskan tenaga listrik pada persil usaha (hatchery) pembenihan udang di Desa Durong, Kecamatan Masjid Raya, Aceh Besar. Pemutusan tenaga listrik itu, kata dia, melawan hukum.

"Aksi ini juga dilakukan berkaitan dengan ditolaknya gugatan saya oleh PN Banda Aceh. Menurut saya PLN Wilayah Aceh tidak mampu membuktikan tuduhannya kepada saya, juga tidak mampu membuktikan melakukan tindakan P2TL (Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik) pada persil usaha saya tersebut," kata Syahril Ramadhan, saat menggelar aksi.

Menurut Syahril, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam persidangan perkara Nomor: 31/Pdt.G/2021/PN BNA, putusan itu tidak adil.

Syahril menilai, putusan hakim sangat bersifat subjektif. Bukan bersifat objektif berkeadilan berdasarkan pembuktian dalam persidangan. Dalam kegiatan P2TL, kata dia, PLN membongkar aliran tenaga listrik di tempat usaha-nya itu dengan dengan alasan ada pelanggaran dengan tuduhannya mengkabel sambungan fasa.

Faktanya, kata dia, usaha yang dibangun sejak 2016 itu belum pernah dioperasikan. “Dengan kapasitas maksimal, hanya saya gunakan tenaga listrik untuk penggalangan untuk pengamanan alat-alat dan peralatan-peralatan produksi saya," kata Syahril.

Syahril menyebut, seiring berjalan waktu, pada tahun 2019 PLN membongkar secara sepihak. Tanpa melibatkan dirinya, sebagai pelanggan.

“Juga tanpa melibatkan perangkat desa sebagai saksi, dan tanpa melibatkan saksi dari siapapun atau dari warga sekitar,” sebut Syahril.

Syahril mengibaratkan, dirinya seperti rumah dengan kondisi baik-baik saja, dengan kunci dipegang pemilik, dengan kondisi pintu pagar bagus, pintu juga bagus, jendela bagus, dan kuncinya tidak ada yang hilang. “Eh, tiba-tiba menuduh orang melakukan pencurian, bagaimana membuktikan secara legal hukum," ujar Syahril.

Syahril menjelaskan, upaya yang sudah dilakukan adalah mengajukan ke pengadilan. Di pengadilan tidak ditemukan bukti-bukti yang melanggar. Namun, pengadilan tidak memutuskan perkara dengan adil.

“Saya tidak percaya lagi ke pangadilan, saya lakukan aksi seperti ini. Karena keputusan pengadilan menolak tuntutan saya," kata Syahril.

Syahril mengaku akan mengajukan proses banding di Pengadilan Tinggi Banda Aceh. “Jika aksi hari ini tidak direspon, saya akan kembali menggelar aksi,” sebut dia.

Syahril mengatakan dirinya hanya memegang Peraturan Direksi (Perdir) 88 sebagai dasar hukum. Karena benih udang usaha-nya itu dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh.

“DKP mengadakan benih udang hampir mencapai 300-400 juta ekor per tahun,” sebut dia. “Padahal saya lebih berpotensi membangun usaha tersebut, hanya gara-gara terkendala dibongkar oleh PLN.”

Akibat usaha dibongkar, Syahril kini dalam keadaan menganggur dan bangkrut. “Tiga tahun saya dalam kegelapan, warga saya dalam keadaan kelaparan," kata Syahril.