Disetujui Kejagung, Proses Penuntutan Enam Kasus Pidana di Aceh Dihentikan 

Kegiatan ekspose penghentian penuntutan perkara di wilayah hukum Kejati Aceh. Foto: ist.
Kegiatan ekspose penghentian penuntutan perkara di wilayah hukum Kejati Aceh. Foto: ist.

Proses penuntutan enam perkara pidana di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh dihentikan. Penghentian penuntutan dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadil Zumhana.


"Jampidum telah menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (Restorative Justice) melalui ekspose perkara secara virtual pada hari ini," ujar Kasi Penkum Kejati Aceh, Baginda Lubis dalam keterangan tertulis di Banda Aceh, Selasa, 11 Oktober 2022.

Enam penuntutan yang dihentikan yaitu kasus penganiayaan dengan tersangka YS yang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Utara, kasus pelanggaran Pasal 310 ayat (2) UU LLAJ dengan tersangka N yang ditangani Kejari Aceh Tamiang. Selanjutnya kasus penganiayaan dengan tersangka S yang ditangani Kejari Bener Meriah 

Kemudian kasus penganiayaan dengan tersangka YR yang ditangani Kejari Aceh Barat, kasus penganiayaan dengan tersangka CAS yang ditangani Kejari Pidie Jaya. Terakhir juga kasus penganiayaan dengan tersangka Z yang juga ditangani Kejari Pidie Jaya.

Baginda menjelaskan bahwa alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice antara lain karena dalam kasus tersebut telah dilakukan proses perdamaian antara kedua belah pihak. Tersangka juga belum pernah dihukum dan tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.

"Selain itu, ancaman pidana penjara atau pidana denda tidak lebih dari lima tahun dan tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi," ujarnya.

Setelah menyetujui penghentian penuntutan, selanjutnya Jampidum memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) terkait untuk menerbitkan surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP-2) berdasarkan keadilan restoratif sesuai Perja Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran (SE) JAMPIDUM Nomor 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022. SE tersebut berisi tentang pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Dalam ekspose penghentian penuntutan dihadiri oleh Jampidum, Fadil Zumhana, Agnes Triani (Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda), Koordinator pada Jampidum, Kepala Kejati Aceh, Asisten Tindak Pidana Umum Kejati Aceh, dan Kajari yang mengajukan permohonan Restorative Justice beserta Kasi Pidum.