DKP Aceh Bentuk RAFA untuk Mengawasi Aktivitas Destruktif Fishing

Petuga memeriksa nelayan yang diduga menggunakan alat tangkap ikan ilegal. Foto: ist.
Petuga memeriksa nelayan yang diduga menggunakan alat tangkap ikan ilegal. Foto: ist.

Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh (DKP) Aceh mengusulkan pembentukan tim Rencana Aksi Pengawasan Laut (RAFA). Tim ini akan bekerja untuk mengawasi aktivitas destruktif fishing atau penangkapan ikan dengan cara perusakan di wilayah perairan Aceh.


Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan Kelautan dan Perikanan DKP Aceh, Nizarli, mengatakan untuk mengawasi destruktif fishing tersebut akan akan melibatkan polisi air dan udara (Polairud), Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), lembaga nirlaba, World Wildlife Fund (WWF), dan Flora Fauna Indonesia (FFI), secara bersama-sama. 

"Karena untuk pengawasan laut ini enggak mungkin sendiri, misalnya ada zonanya. Mudah-mudahan bulan tiga ini keluar SK Gubernur," kata Nizarli, Rabu, 10 Februari 2021.

Saat ini destruktif fishing mengakibatkan 60 persen kerusakan. Para nelayan melakukan sejumlah pelanggaran dengan menangkap ikan menggunakan racun, penggunaan kompresor, dan pukat harimau. Nizarli berharap program itu dapat menekan angka kerusakan 75 persen dari kondisi riil.

Nizarli mengatakan pemerintah melarang para nelayan menangkap ikan dengan pukat harimau. Hal itu dapat berisiko tertangkapnya bibit-bibit ikan. Sementara sumber daya laut Aceh, diperkirakan saat ini, hanya 20 sampai 30 persen, disebabkan oleh cara menangkap ikan yang tidak memperhatikan kelestarian alam itu.

"Sumber daya ada yang rusak terumbu karang sehingga ikannya tidak bisa berkembang biak. Ini lah yang dijaga supaya sumber daya tidak turun lagi di daerah lain. Terumbu karang itu harus dipelihara supaya bisa balik lagi," ungkapnya.

Nizarli juga mengatakan pemerintah telah menetapkan kawasan konservasi laut dan pemanfaatan di wilayah yang harus dilindungi. Jika hal itu tidak dilakukan, maka akan berdampak pada daerah lain.