Pengusaha yang mengelola gudang pembeku ikan di Lampulo, Erly Wadi, kecewa dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh. Pasalnya, apa yang telah dijanjikan oleh pihak dinas kepada dirinya hingga kini tak kunjung terealisasi.
- Cari Cinta
- Fuadri Salurkan Bantuan Usaha Ekonomi Produktif bagi Disabilitas di Aceh
- KPK Cetak Rekor
Baca Juga
Erly Wadi adalah pengusaha yang berhasil menyelamatkan pabrik ikan atau Cold Storage (Gudang Beku) yang ada di kawasan Lampulo, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh. Pabrik itu sebelumnya sempat mangkrak selama lima tahun, setelah selesai dibangun menggunakan APBN.
Kepada Kantor Berita RMOLAceh, Kamis, 22 September 2022, Erly Wadi, bercerita bahwa pada Mei 2021 lalu, pihak dinas terkait datang padanya mengajak untuk menghidupkan kembali pabrik ikan yang mangkrak tersebut.
Erly mengaku setuju pada saat itu untuk memperbaiki gudang ikan itu dengan menggunakan anggaran pribadinya hingga pabrik pembekuan ikan hidup dan jalan. Para nelayan ikut senang lantaran harga hasil tangkapan ikan mereka tidak terjun bebas.
"Harga hasil tangkapan masyarakat bertahan dan bisa membantu mengurangi angka pengangguran kerja," kata Erly Wadi.
Menurut Erly, dengan hadirnya dirinya di sana masyarakat merasa gembira. Hal yang sama juga ikut dirasakan para pengusaha dan pemilik kapal di kawasan tersebut. Namun, ada juga beberapa pengusaha lain yang tak senang terkait persaingan bisnis tersebut.
"Tapikan kita bekerja untuk bermanfaat bagi orang ramai bukan hanya satu atau dua orang saja," ujarnya.
Pabrik pembekuan ikan di kawasan Lampulo itu berada dibawah kewenangan Pemerintah Aceh dalam hal ini leading sektornya ada pada DKP Aceh. Ikan-ikan yang keluar dari pabrik ini lalu didistribusikan ke berbagai daerah di Aceh maupun luar kota.
Sedangkan pengelolaan pabrik ikan ini berada dibawah Perusahaan Doa Sibuah Hati (DSH) dengan Direktur Utama adalah Erly Wadi. Perusahaan ini bergerak di bidang ekspor perikanan dan perkapalan yang berlokasi di Idi Rayeuk, Aceh Timur.
Erly mengatakan, setelah pabrik yang dikelolanya sudah diperbaiki dan jalan, ada pihak-pihak yang tak senang. Mereka melakukan berbagai macam cara agar usahanya tak jalan.
"Jadi yang perlu di garis bawahi adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh sudah melakukan pembohongan besar terhadap pengusaha yang sudah menyelamatkan aset negara yang menelan biaya puluhan miliar dan sudah mangkrak lima tahun," ujar Erly.
Erly mengatakan, sejak awal dirinya hanya ingin menyelamatkan aset negara yang telah lama terlantar dan tak ada yang mengurus. Saat itu, kata dia, pihak dinas memberikan janji uangnya akan dikembalikan dan produksi ikan mereka diperioritaskan.
Akan tetapi, Erly merasa sangat kesal karena pihak dinas dinilai telah merendahkannya dan sudah tidak sejalan dengan komitmen awal. Bahkan, Erly menyebut bahwa kinerja dinas seperti telah menjajah moral dirinya.
"Buktinya sekarang dia dengan semena-mena memasukkan orang lain untuk memasukkan ikan ke situ, sedangkan kapasitas pabriknya kecil,” sebutnya. “Kita tahu dan maklum itu punya pemerintah tapi bukan begitu caranya. Adalah sedikit komitmen sama kita bagaimana.”
Dia menjelaskan, Jumat lalu, ada masuk ikan ke gudang tersebut, pada saat bersamaan ikan orang lain juga ikut masuk ke dalam gudang. Sehingga ikan miliknya jadi terlantar dan akibatnya merugi. Kondisi ini dinilai mengadu domba para pengusaha di lapangan.
Erly Wadi menyebutkan, dirinya tidak meminta penghargaan dari pemerintah. Akan tetapi cukup dihargai saja selaku pengusaha yang telah menyelamatkan aset negara lalu difungsikan untuk kemaslahatan orang banyak.
Selama ini, kata Erly, perusahaannya selalu taat mengikuti prosedur yang ada. Kalau memang pabrik ikan itu harus dilelang, maka pihaknya siap mengikuti proses lelang tersebut. Namun dalam komitmen awal, pihak dinas tidak memberi tahu soal pelelangan.
Erly mengaku sangat percaya diawal pihak dinas memberikan janji-janji kepadanya. Menurutnya, bagi seorang pengusaha kejujuran adalah hal yang paling utama, karena kepercayaan itulah, perusahaannya mau mengelola pabrik ikan tersebut.
"Dulu dibilang ikan kita disitu diperioritaskan tapi ternyata tidak, dimasukkan ikan orang lain dengan alasan itu punya pemerintah," kata dia.
Di sisi lain, Erly mengaku selalu taat menyetor Pendapatan Asli Daerah (PAD) kepada DKP Aceh atau Pemerintah Aceh. Hingga saat ini, dirinya mengaku telah menyetor sebanyak Rp 808 juta.
Jumlah itu dihitung mulai Januari-Agustus 2022. Artinya, Erly menyetor PAD dalam sebulan sebanyak Rp 100 juta. “Saya curiga ada persaingan bisnis yang kejam di wilayah ini,” sebutnya.

Erly juga menjelaskan, bahwa di pabrik ikan tersebut, perusahaannya mempekerjakan 350 orang lebih karyawan. Mereka kebanyakan orang-orang miskin dan janda yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
"Saya mempunyai karyawan 350 orang lebih. Itu orang-orang janda, orang-orang miskin dan kita pekerjakan disini. Gajinya juga kita berikan diatas UMR (upah minimum regional)," sebutnya.
Atas persoalan ini, Erly memohon kepada Penjabat (Pj) Gubernur, Achmad Marzuki untuk mengevaluasi kinerja dari DKP Aceh. Karena dinilai telah menciderai komitmen awal terkait pengelolaan pabrik ikan dan merugi nelayan setempat.
"Intinya Pak Pj Gubernur tolong memperhatikan Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh yang sudah melakukan pembohongan terhadap pengusaha yang telah menyelamatkan aset negara," kata Erly Wadi.
- Anugerah Adinata Syariah 2023, Pemerintah Aceh Raih Peringkat Pertama Kategori Keuangan Syariah
- DPRA Gelar Paripurna Penyampaian Rekomendasi LKPJ Gubernur Aceh 2022
- Pj Gubernur Aceh Usul Penataan Kawasan di Wilayah Perbatasan Negara