Dosen USK yang Terjerat UU ITE Diupayakan Bebas Hari Ini

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia, Beka Ulung Hapsara. Foto: Fahmi
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia, Beka Ulung Hapsara. Foto: Fahmi

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia, Beka Ulung Hapsara, mengatakan dosen Universitas Syiah Kuala (USK), Saiful Mahdi, yang terjerat Undang-Undang Informasi dan Tranksaksi Elektronik (UU ITE) diupayakan bebas hari ini.


"Saiful Mahdi bisa bebas hari ini. Ini dari staf khusus presiden sampaikan,” kata Beka Ulung Hapsara, saat mendatangi Lapas Kelas IIA Banda Aceh, Rabu, 13 Oktober 2021.

Di sisi lain, kata Beka Ulung Hapsara, mendorong agar hak-hak Saiful Mahdi dipulihkan, termasuk di USK. Dia menyebut amnesti bukan pengampunan, tapi penanda tidak ada pidana yang dilakukan Saiful Mahdi.

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyetujui pemberian amnesti kepada Saiful Mahdi. Kuasa Hukum Saiful Mahdi, Syahrul, dari Lembaga Bantuan Hukum Banda Aceh, mengatakan persetujuan pemberian amnesti kepada Saiful Mahdi disahkan dalam rapat paripurna DPR-RI yang dibacakan Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar sebagai pimpinan rapat.

"Setelah ini, DPR akan segera membalas surat Presiden untuk menerbitkan surat keputusan penetapan amnesti kepada Saiful Mahdi," kata Syahrul.

Syahrul mengatakan sebelumnya Presiden Joko Widodo mengajukan surat meminta pertimbangan DPR untuk memberikan amnesti. Saat ini, dia dan kliennya menunggu teknis penetapan amnesti dari presiden.

Syahrul mengatakan, secara regulasi, tidak ditetapkan tenggang waktu pemberian amnesti setelah DPR memberikan pertimbangan kepada presiden. Syahrul mengatakan presiden dapat segera menetapkan amnesti itu setelah menerima surat dari DPR.

Syahrul juga menegaskan bahwa amnesti ini akan menghapus semua pidana yang menjerat Saiful Mahdi. Saiful Mahdi, kata Syahrul, tidak berstatus sebagai bekas narapidana. Syahrul mengatakan amnesti diberikan karena negara melihat kasus ini bukan sebuah tindak pidana meski berkekuatan hukum tetap lewat keputusan pengadilan.

"Hak-haknya sebagai warga negara dikembalikan. Lagi pula putusan pengadilan juga tidak mencabut haknya, meskipun Rektor USK tidak mengizinkan beliau mengajar di lapas," kata Syahrul.

Laporan Fahmi