DPR Nilai Dua WNA Pemilik Narkoba 800 Kilogram Layak Dihukum Mati

Bashir dan Adel (baju oranye). Foto: RMOL.
Bashir dan Adel (baju oranye). Foto: RMOL.

Kalangan DPR kembali mempertanyakan hukuman ringan hanya 20 tahun penjara bagi pemilik narkotika yang mencapai 800 kilogram. Seharusnya mereka dihukum mati. 


Pengadilan Tinggi (PT) Banten menganulir hukuman mati terhadap bandar sabu, Bashir Ahmed dan Adel, menjadi 20 tahun penjara. Keduanya adalah pemilik sabu 821 kilogram yang dikirim dari Iran melalui perairan Tanjung Lesung wilayah Banten Selatan.

Bashir Ahmed bin Muhammad Umear adalah WNA asal Pakistan. Sedangkan Adel bin Saeed Yaslam Awadh WNa asal Yaman.

"Tentu itu kewenangan majelis hakim. Tapi melihat dampak yang ditimbulkan, tentu yang pas adalah hukumam mati," ujar anggota Komisi III DPR, Jazilul Fawaid seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Senin, 28 Juni 2021.

Gus Jazil juga mengimbau agar semua lapisan sadar diri dan tidak setengah hati memberantas narkoba. Dia mengatakan tidak ada toleransi bagi terhadap siapa saja yang terlibat dalam peredaran narkoba.

Gus Jazil mengatakan saat ini Indonesia masuk fase darurat narkoba. Narkoba menurut Koordinator Nasional Nusantara Mengaji itu, sudah menjadi ancaman serius bagi masa depan Indonesia.

Dia berpendapat, kalau hukuman hanya 20 tahun ini sangat ringan. Harusnya hukuman yang berat dan maksimal, harusnya majelis hakim memberikan hukuman berat seperti hukuman mati. Saya yakin hukuman mati ini akan menimbulkan efek jera dan menghambat laju kejahatan narkoba ke depan," ucapnya.

Anggota Komisi III DPR lainnya, Habiburokhman, mengatakan potongan hukuman terlalu besar. "Harusnya dengan bukti sebanyak itu (800 kg narkoba) hukuman mereka minimal seumur hidup." 

Dia meyakini putusan Pengadilan Tinggi (PT) Banten itu akan berdampak buruk bagi pemberantasan narkoba di Indonesia. Pasalnya, pengedar narkoba takkan jera karena vonisnya yang terlalu kecil.

Keduanya ditangkap Mei 2020. Bashir dan Adel tiba di Indonesia dan menginap di apartemen milik Adel di kawasan Pejaten Timur, Jakarta Selatan. 10 hari tinggal di Jakarta, Bashir ditelepon Satar yang merupakan DPO dalam kasus ini yang isinya: "Barang sabu akan dikirim ke Indonesia".

Setelah mendapat arahan bahwa sabu akan tiba di Indonesia, Bashir meminta Adel membantunya karena Adel ini sudah lama tinggal di Indonesia. Setelah disetujui Adel, Bashir saling berbagi lokasi dengan Satar melalui WhatsApp.

Setelah tahu keberadaan Satar, Bashir meminta Adel mencari tempat untuk menyimpan barang berupa sabu yang lokasinya tidak jauh sesuai di alat GPS Satar. Adel bilang lokasi di GPS itu berada di Tanjung Lesung, lalu Adel menyanggupinya dan menuruti perkataan Bashir.

Di Tanjung Lesung, Banten, Bashir dan Adel mencari tempat untuk bisa menyimpan sabu hingga akhirnya ditemukan sebuah ruko yang harga sewanya Rp 15 juta selama 1 tahun. Penjemputan sabu itu dilakukan dengan cara yang sama yakni Bashir dan Adel membawa mobil yang disewa, kemudian menemui Satar yang berada di kapal di pinggir pantai.

Sabu yang dijemput Bashir dan Adel dalam dakwaan ada sebanyak 390 bungkus. Masin-masing bungkus itu seberat 1 kilogram.

Penjemputan sabu ini terjadi lagi pada Mei 2020, Bashir kembali dihubungi Satar kemudian dijemput di pinggir pantai. Kali ini, jumlahnya ada 430 bungkus juga seberat 1 kilogram.

Pengambilan sabu kedua itu adalah yang terakhir. Sebab, selang beberapa hari setelah dia mengambil sabu itu, polisi menemukan lokasi penyimpanan sabu itu dan menangkap keduanya.

Sebelum ditangkap, Adel atas perintah Bashir juga sudah menjual 49 kilogram sabu senilai 500 doalar per kilogramnya. Namun, Adel belum menerima upah atas penjualannta itu.

Atas perkara ini, Pengadilan Negeri Serang telah menjatuhkan hukuman mati untuk keduanya. Bashir dan Adel dinyatakan bersalah telah terbukti secara sah bermufakat jahat, menerima, menjual, menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram.

Atas vonis mati itu, keduanya mengajukan banding. Pengadilan Tinggi Banten pun mengabulkan banding keduanya. 

Dikutip dari keterangan persidangan, Sabtu pekan lalu, Hakim Ketua Sudiyatno mengatakan keduanya bebas dari hukuman mati. Bashir dan Adel akhirnya dijatuhi hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.

Duduk sebagai hakim ketua adalah Sudiyatno, dengan hakim anggota Kusriyanto dan Posman Bakara.