Durianisasi Hutan Aceh

Ilustrasi: Freepik.
Ilustrasi: Freepik.

MUSIM durian adalah eforia. Demam durian melanda. Semua masyarakat riang gembira. Bau wangi menyebar keseluruh penjuru gampong dan kota. Buah ajaib ini ini bisa menyenangkan semua pihak. 

Durian (Durio zibethinus) merupakan komoditas hortikultura yang sangat populer serta memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Tanaman durian adalah tanaman asli Sumatera, Kalimantan dan Malaysia. Lalu  menyebar  ke  seluruh  Indonesia,  Thailand,  Myamar,  India  dan  Pakistan. Saat ini terdapat 27 jenis Durio di dunia, 18 jenis di antaranya terdapat di Kalimantan, 11 jenis di Malaysia dan 7 jenis di Sumatera (Kostermans 1958).

Durio spp berbagai jenis durian masih banyak yang tumbuh secara liar di hutan-hutan primer maupun sekunder dan kebun-kebun masyarakat, terutama di Kalimantan dan Sumatera (Kostermans 1958). Pemanfaatan buahnya selain untuk konsumsi segar, juga dijadikan sebagai makanan olahan kuah plik durian, dodol. kolak atau cake durian serta selai durian. Selain itu, durian dapat di ramu dengan minuman kopi disebut kopi durian.

Potensi buah durian tersebar merata di 20 kabupaten di Aceh seperti durian Tangse, Pidie, durian Lamno, Aceh Jaya dan durian Karang Ampar (Bener Meriah). Penyebutan durian biasa menggunakan asal usul lokasi dan tempat tumbuh. Untuk sentra penjualan durian terpusat di ibu kota kabupaten dan ibu kota provinsi. Sistem pemasaran dilakukan oleh pedagang musiman secara tradisional. 

Potensi Durian di Aceh

Secara umum buah durian di Aceh masih dikelola secara lokal. Belum tersentuh industri. Untuk sektor pengembangan perkebunan durian masih skala kebun masyarakat dan belum didukung sepenuhnya oleh pemerintah, baik itu untuk penyediaan lahan, penyediaan bibit unggul, hingga pemasaran produksi olahan buah durian serta wisata durian hingga sektor lainnya. 

Padahal durian memiliki prospek ekonomi yang sangat baik jika dikelola dengan baik pula. Kebijakan Pemerintah Aceh di sektor kehutanan dan lingkungan adalah melakukan penyelenggaraan tugas perlindungan dan konservasi sumber daya alam, penyelenggaraan tugas rehabilitasi hutan serta lahan dan perhutanan sosial dan penyelenggaraan tugas bina aneka produksi dan usaha kehutanan. Faktanya, dalam 20 tahun terakhir, tidak terjadi perkembangan di sektor kehutanan dan perkebunan Aceh untuk program unggulan.

Pada era 90-an sampai 2018, kampenye sektor kehutanan di Aceh digadang-gadangkan dengan tanaman super seperti jati emas, sengon dan jabon. Tapi masyarakat dan pengusaha lokal yang menanam tanaman tersebut lebih banyak memanen kegagalan. Faktor pasar, harga kayu dan tidak ada dukungan kebijakan dari Dinas Kehutanan Aceh membuat remuk redamnya sektor tanaman andalan kehutanan ini. 

Karena itu, sudah saatnya inovasi dan solusi diterapkan dan diimplementasikan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh dan bersinergi dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh. Kedua     lembaga itu perlu melakukan durianiasi hutan dan lahan di Aceh. 

Asumsi sederhananya adalah dengan melakukan penanaman 2 juta juta bibit durian di 20 kabupaten di Aceh. Masing-masing kabupaten mendapatkan 100 ribu bibit durian untuk ditanami dengan penyediaan lahan 250 hektare per kabupaten.

Dengan jarak tanam 5 meter kali 5 meter dibagikan dengan 1 hektare, maka jumlah bibit yang bisa ditanami mencapai 400 batang. Jika dibagi dengan 100 ribu bibit, maka total lahan yang diperlukan oleh setiap kabupaten hanya 250 hektare.

Soal keuntungan--dan memang ini yang menjadi motivasi--juga cukup menggiurkan. Dalam hitungan sederhana, potensi panen buah durian per batang mencapai 200 buah. Jika 200 buah x 100 ribu batang total potensi buah durian di sebuah kabupaten mencapai 20 juta. 

Jika 20 juta buah durian dikalikan 20 kabupaten, maka total potensi buah durian berjumlah 400 juta buah. Hitungan harga buah durian Rp 5.000. Maka nilai Rp 5.000 dikali 400 juta buah Rp 2 triliun setiap kali panen.  

Setidaknya penanaman pohon durian tentu ada buahnya dan menguntungkan secara ekonomi. Dari sisi konservasi, pohon durian dapat berfungsi sebagai tanaman pelindung untuk lahan. Pohon durian melindungi daerah tangkapan air serta pencegah erosi. Satu hal yang pasti, durian adalah tanaman asli hutan Aceh.

Jika kita membandingkan keuntungan durian dengan kelapa sawit, maka durian seharusnya menjadi pilihan untuk dikembangkan di Aceh. Kebun sawit yang ada tidak perlu diperluas lagi. Pemerintah Aceh tak harus mendukung ekspansi perkebunan sawit.

Durianisasi hutan dan lahan di Aceh seharusnya diberikan dukungan kebijakan dan pendanaan, dari hulu hingga hilir, sehingga durian Aceh menjadi komoditas andalan. Hal ini tentu akan meningkatkan ekonomi masyarakat. 

Jika dimulai saat ini, dalam beberapa tahun ke depan, Aceh bisa mengagendakan panen raya durian. Hal ini jelas menjadi magnet wisatawan. Dari sisi perekonomian, hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi di setiap gampong di Aceh. Bahkan hal ini akan mendorong perekonomian Aceh. Dengan perencanaan dan pelaksanaan yang tepat, Aceh akan bisa memasok durian ke global. 

Ini bukan cerita cet langet. Keberhasilan durianisasi ini akan membantu pemerintah mewujudkan Aceh Hebat, Aceh Hijau dan Aceh Troe. Pengembangan perkebunan durian seantero Aceh tentu akan menggerakkan sektor perkebunan dan kehutanan di Aceh. Seperti Malaysia, yang berhasil mengembangkan durian musang king yang mendunia. 

| Penulis adalah pemerhati satwa liar di Aceh.