Ecoprint, Mengukir Kain dengan Pewarna Alami

Suryani sedang menata daun di atas kain. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.
Suryani sedang menata daun di atas kain. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.

TANGAN Suryani sangat lihai mengukir kain dengan bahan alam. Dia mengambil kain, merapikan, lalu merentangkan di atas lantai.  


Pelan-pelan dia mencocokkan posisi dedaunan dan bunga itu di atas kain. Proses membantik dengan bahan alam ini disebut ecoprint.

“Aceh sebenarnya tidak memiliki tradisi membatik menggunakan bahan alam kayak orang Jawa, tapi sejak dulu masyarakat sudah duluan kenal dan punya seni ukir sendiri,” kata owner Rumoeh Jahit itu kepada Kantor berita RMOLAceh, di sela-sela mengukir kain dengan bahan alam, Sabtu, 14 Januari 2023. 

Suryani sedang mencocokkan dedaunan dan bunga di atas kain. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.

Menurut Suryani, saat ini industri fashion Aceh  telah melebarkan sayap menciptakan batik ecoprint. Bagi pebisnis industri tekstil nama ecoprint sudah tidak asing lagi, seni ini dapat diartikan sebagai teknik mencetak pada kain dengan menggunakan pewarna alami.

Sekarang bisnis batik ini telah digunakan oleh masyarakat sebagai penguatan ekonomi keluarga. Tempat tersebut beralamat di Ulee Kareng, Banda Aceh, Aceh.

“Aceh terus berbenah maju, lebih unggul mengikuti perkembangan zaman, kalau dulu orang melukis di songket, atau melukis pakai lilin, sekarang minat terhadap ragam coretan terus dilakukan, saya pikir apa salahnya jika mencoba ecoprint,” kata dia.

Untuk memperindah kain, Suryani memanfaatkan motif dari dedaunan dan bunga asli secara manual, pebisnis rumahan itu semula mempelajari tentang ecoprint di Jawa Tengah, “Saya belajar langsung di sana, saya pelajari dengan kesungguhan lalu saya kenalkan seni ukir alami kepada peminat busana,” ujar dia.

Proses ecoprint. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.

Teknik ecoprint pada desain busana yang dibuat suryani akan menghasilkan karya seni bernilai estetika tinggi karena telah melalui proses tak biasa. Dia menggunakan beragam jenis dedaunan dari berbagai daerah di Indonesia.

“Untuk pembuatan ecoprint saya menggunakan bahan alam, saya gunakan daun dan bunga yang saya kumpulkan,” sebut dia.

Suryani menjelaskan, menggunakan daun-daun tak terpakai menjadi berguna, adalah ide awal ia dan pebisnis ecoprint lainnya membulatkan tekad, beralih dari yang biasanya hanya menjahit baju dengan kain polos ke motif estetik.

“Untuk membuat ekopint ini, banyak sekali tahapnya, pertama memastikan kain kita gunakan steril,” ujarnya. 

Tidak hanya kain dengan serat alami seperti katun, sutra atau kanvas, beberapa barang lainnya wajib ada untuk membantu proses pembuatan. Seperti daun-daun, bunga, air cuka, palu, campuran air tawas, pipa paralon, tali hingga panci untuk mengukus. 

“Bisa kain polos, katun Armani, juga kain rayon,” sebutnya. Suryani juga menggunakan pewarna alami berbahan dasar daun ketapang, daun secang hingga ramet.

“Pewarna itu saya pesan dari luar Aceh, demi menyajikan kualitas terbaik,” ujarnya.

Untuk membuatnya tentu bukan hal mudah, Suryani harus merendam kain dengan air tawas kurang lebih 10 menit, tujuannya agar warna lebih awet. Lalu daun-daun direndam kedalam larutan cuka agar zat warna daun keluar maksimal.

“Bentangkan kain yang udah kita rendam, bisa di atas meja juga kita kerjakan. Terus kita tempelkan daun, bunga juga sesuai selera kitalah,” Suryani menjelaskan sambil menyusun daun dengan posisi tulang daun di bawah.

Lalu, kata Suryani, kain dan daun yang sudah di tata rapi harus di gulung dengan pipa paralon, kemudian tangan-tangan lihai wanita itu mengikatnya dengan tali. Dia kemudian beranjak ke dapur.

Hasil membatik Ecoprint. Foto: Helena Sari/RMOLAceh

“Nah, jangan tunggu lagi, segera kukus bahan kita selama dua jam,” katanya.

Suryani mengatakan, jika waktu pengukusan sudah selesai maka, sudah bisa diangkat dan dibentangkan di atas lantai atau meja. Ambil daun dan bunga pelan-pelan.

“Setelah itu, jemur kain ecoprint yang sudah dibuat, kalau sudah kering berarti kain sudah siap dijahit,” ujarnya.

Setelah melalui berbagai proses tibalah saatnya untuk mengkreasikan, kain-kain itu disulap aneka kreasi seperti baju, tas, dompet hingga scarf. 

Suryani mengaku, usaha yang baru ditekuninya selama 8 bulan ini masih tergolong sangat baru dengan modal besar, namun peminat dari batik alam sudah mulai ada pasarnya, kain ecoprint untungnya berkali lipat dibanding kain pada umumnya, Dia berharap bisnisnya dapat dilirik pemerintah demi kemajuan di masa mendatang 

“Masih usaha rumahan dan dukungan dari Pemerintah Aceh tentu kita harapkan, demi kemajuan mendatang, semoga ecoprint bisa tembus pasar internasional,” kata dia.