Elektabilitas Partai Aceh akan Semakin Turun jika Masih Pakai Komunikasi Politik Keras dan Kuno 

Pengamat politik dari Unimal, Teuku Kemal Fasya.Foto: Ist.
Pengamat politik dari Unimal, Teuku Kemal Fasya.Foto: Ist.

Pengamat politik dari Universitas Malikussaleh (Unimal), Teuku Kemal Fasya, mengatakan Partai Aceh (PA) akan semakin mengalami kemunduran jika masih menggunakan pola komunikasi politik yang bersifat keras dan kuno. Hal itu dapat dilihat dari hasil survei yang menunjukkan masyarakat Aceh lebih tertarik untuk memilih Partai Nasional (Parnas) dibandingkan Partai lokal (Parlok).


"Sedikit keras dan agak kuno pola komunikasinya, kalau kita lihat dari trendnya, PA memang dari 2009 dan hampir di setiap pemilu selalu menurun, jadi hasil survei itu bagi saya masuk akal," kata Teuku Kemal Fasya Kepada Kantor Berita RMOLAceh, Sabtu 24 Desember 2022.

Ada beberapa hal lainnya menurut Kemal yang membuat elektabilitas PA menurun di kancah perpolitikan Aceh. Salah satunya PA tidak bisa memegang kendali saat berada dalam situasi berkuasa, dan tidak bisa menjadi momentum yang dapat mensejahterakan rakyat Aceh.

Selama ini menurut Kemal, PA terkesan berpaku pada slogan dan jargon yang dimiliki. Tetapi pada implementasinya semua program tinggal program, tanpa ada kemajuan yang signifikan dan menguntungkan rakyat Aceh.

"Mereka tidak bisa mengikat slogan dengan program yang nyata, itu hanya program saja," ujar Kemal.

Selain itu menurut Kemal, banyak Kepala Daerah seperti di Aceh Utara dan Lhoksumawe yang dianggap kiblatnya ke PA, kinerja juga tidak jelas. Selama dua periode tidak terlihat yang kongkret yang mereka lakukan. 

"Malah yang muncul problem kemiskinan, angka kesejahteraan tidak baik, ada pegawai honorer yang tidak dibayar selama beberapa bulan, ini menjadi masalah yang krusial. Mereka gagal melengkapi kemenangan elektoral dengan politik kesejahteraan," ujar Kemal.

Dengan demikian, jika hasil survei perpolitikan di Aceh, PA menempati posisi nomor empat hal tersebut menurut Kemal merupakan hal yang sangat wajar. Karena masyarakat sudah dapat melihat gerak-gerik PA selama ini.

Kemal juga menjelaskan kelemahannya yang lain yaitu tidak mempunyai akses di pada Nasional. Biasanya partai lokal hanya berbicara isu lokal, karena tidak ada perwakilan yang bisa menggebrak pemerintah pusat.

"Satu kita lihat kelemahan partai lokal yaitu mereka tidak ada ada akses seperti partai politik nasional, karena mereka tidak ada wakilnya di DPR RI," ujarnya.

Kondisi tidak adanya wakil di Senayan membuat PA mereka gagal bersaing untuk merespon kebijakan nasional. PA hanya berbicara hal yang bersifat lokal saya. 

"Hal itu yang menyebabkan parlok kurang bisa memenangkan dan menyenangkan hati masyarakat Aceh, apalagi kebijakan di Aceh ada beberapa yang berhubungan dengan kebijakan nasional," kata Kemal.

Kemal menyarankan, agar bisa bersaing menjadi dambaan masyarakat Aceh, maka PA melakukan penyegaran dan mengubah komunikasi politik yang selama ini dibangun. Apalagi 35 persen pemilih berasal dari kelompok milenial.

Menurut Kemal, generasi milenial, pemula dan kaum perempuan tidak suka politik yang berat yang keras. Mereka lebih senang ada terobosan, inovasi, ada kreasinya dan ada politik kegembiraan.

"Itu yang disuka milenial, bangunlah komunikasi politik yang baru," ujar Kemal.

Kemal melihat, Partai yang membangun komunikasi yang ceria dan tidak menakutkan tersebut dilakukan oleh Partai Nasional, contohnya seperti Partai Nasional Demokrat (NasDem). Sehingga membuat masyarakat respect dengan hal-hal yang damai.

"Ini lah yang berhasil dicuri dan diterapkan oleh NasDem, mereka memunculkan Anies. Kalau kita lihat parlok hari ini PA dan PNA, ibaratnya Parnas sudah pasang gigi empat, partai lokal baru menanjak dengan gigi tiga gapnya makin jauh," ujar Kemal.

Sebelumnya diberitakan, hasil survei E-Trust lewat Digitalisasi Sistem Informasi Pemilu dan Pilkada (DISIPADA) menunjukkan bahwa elektabilitas Partai Demokrat di Aceh tertinggi dari pada Partai politik (Parpol) lain yang lolos ambang batas parlemen.

"Partai Demokrat sebagai partai paling disukai di Aceh mencapai 19.47 persen," kata Direktur DISIPADA E-trust, Aulina Adamy kepada Kantor Berita RMOLAceh, Sabtu, 10 Desember 2022.

Sementara elektabilitas parpol tertinggi kedua berdasarkan hasil survei E-Trust adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan raihan angka 12,00 persen, diikuti juga oleh Partai Nasdem sebesar 10, 85 persen.

Kemudian, Partai Aceh sebanyak 6,82 persen, Golkar sebesar 6,33 persen, Gerindra 3,45 persen, PAN 2,22 persen PDIP 1,73 persen, PKB 1, 64 persen, PPP 1,15 persen dan partai lainnya 3,45 persen.

Menurut Aulina peningkatan elektabilitas Partai Demokrat ada di kelompok milenial. Di Aceh, kelompok ini menjadi pemilih utama dengan jumlah mencapai 33 persen.

Aulina mengatakan survei E-Trust sudah dilakukan sejak 25 Oktober 2022 sampai 25 November 2022 dengan mengunakan metode sampling yang memperhatikan faktor proporsionalitas dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

"Hasil survei ini untuk mempersiapkan masyarakat menyambut Pemilu serentak 2024 mendatang, namun masih banyak diperlukan sosialisasi serta edukasi," ujarnya.