Fatwa MPU Aceh: Intimidasi-Sogok Haram pada Pemilu

Ilustrasi. Foto: ist.
Ilustrasi. Foto: ist.

Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh menerbitkan fatwa Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Sistem Rekrutmen Tenaga Penyelenggara dan Pengawas Pemilu Menurut Syariat Islam Serta Adat Aceh.


Fatwa MPU Aceh itu ditetapkan di Banda Aceh pada tanggal 23 Rajab 1444 Hijriah atau 14 Februari 2023 Masehi. Adapun tim perumus adalah, Faisal Ali alias Lem Faisal sebagai koordinator, Bustami MD sebagai ketua, Helmi Imran sebagai sekretaris, Rasyidi Ahmad, Muntasir A. Kadir, Multazam, Pakamuddin, masing-masing sebagai anggota tim perumus.

Ada delapan poin penting dalam fatwa itu, diantaranya adalah proses rekrutmen penyelenggara dan pengawas pemilu/pemilihan di Aceh harus memperhatikan prinsip-prinsip syariat Islam dan adat Aceh.

Lalu, pada poin kedelapan disebutkan bahwa melakukan intervensi terhadap proses rekrutmen tenaga penyelenggara dan pengawas pemilu/pemilihan sehingga melahirkan petugas yang tidak berkompeten adalah haram.

"Proses rekrutmen tenaga penyelenggara dan pengawas pemilu/pemelihan yang dilakukan melalui sogok-menyogok dalam bentuk apapun adalah haram," tulis salah satu poin dalam fatwa tersebut.

Ketua MPU Aceh, Lem Faisal, menyebutkan bahwa fatwa yang mengatur soal pemilu tersebut masih sebatas draft. Pihaknya masih perlu melakukan sinkronisasi sebelum difinalkan dan disosialisasikan ke masyarakat.

Menurut dia, fatwa tersebut disusun untuk mengingatkan dan membantu masyarakat terutama penyelenggara pemilu untuk benar-benar patuh aturan dan jangan terlepas dari agama Islam.

"Jadi ada hal-hal yang tidak dibenarkan dalam agama yang perlu kita jaga. Misalnya, tidak boleh ada sogok menyogok, tidak boleh ada KKN," kata Lem Faisal kepada Kantor Berita RMOLAceh, Rabu, 15 Februari 2023.

MPU Aceh, kata Lem Faisal, mengingatkan seluruh elemen masyarakat agar dalam proses pemilu tidak saling menzalimi untuk mendapatkan pekerjaan yang hanya enam bulam tersebut.

"Jadi dalam konsep hukum adat dan hukum positif atau perspektif syariat, prilaku-prilaku yang tidak baik itu tidak dibenarkan," jelasnya.

Lem Faisal menuturkan, bahwa proses yang tidak baik dalam menyeleksi atau mencari penyelenggara pemilu itu akan berdampak pada hasil yang tidak baik pula.

Dia menyebutkan, semua pihak di Aceh tentu menginginkan pemilu 2024 harus lebih baik dari tahun sebelumnya. Begitupula dengan orang-orang yang dihasilkan juga harus lebih daripada sekarang.

"Maka untuk mendapatkan yang lebih baik itu harus melalui proses-proses yang baik dan itu adalah anjuran agama kita," ujarnya.

Dia menambahkan, draft fatwa MPU Aceh soal pemilu ini masih perlu adanya penyempurnaan sebelum disosialisasikan ke masyarakat. Kendati demikian, substansinya tidak akan berubah.

"Mungkin dalam satu atau dua minggu sudah bisa kita keluarkan secara resmi fatwa ini," kata Lem Faisal.