ForBiNA Tawarkan Skema Pengawasan Bersama IUP di Aceh

Perusahaan tambang di Aceh. Foto: Mongabay.
Perusahaan tambang di Aceh. Foto: Mongabay.

Direktur Forum Bangun Investasi Aceh (ForBINA), Muhammad Nur, mengatakan pemulihan 90 Izin Usaha Pertambangan (IUP) sempat dicabut pemerintah pusat diawal tahun ini. Hal itu membuktikan adanya persoalan dalam proses pengawasan dan evaluasi pemilik IUP.


“Jika dari 2.078 IUP dicabut, ada 700 perusahaan yang menyatakan keberatan,” kata Direktur ForBINA, Muhammad Nur, dalam keterangan tertulis, Kamis, 29 September 2022. “Lalu dipulihkan 90 IUP itu pertanda ada problem dalam pengawasan dan evaluasi di lapangan.”

Di Aceh, kata M Nur, salah satu penyebabnya karena pemerintah pusat tak menghormati kewenangan Aceh. Padahal secara aturan tentang pemberian dan pencabutan IUP di Aceh menjadi kewenangan Pemerintah Aceh.

Hal itu, kata dia, berlaku sejak lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Selain itu, juga diatur dalam UU Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba dan Batubara.

M Nur menjelaskan, Kemendagri pun melalui suratnya nomor 118/4773/OTDA tertanggal 22 Juli 2021 juga menegaskan bahwa Aceh memiliki kewenangan khusus pengelolaan mineral dan batubara. “Untuk itu, ForBINA mengajak pemerintah pusat untuk memberi kesempatan kepada Aceh menjalankan aturan yang sudah ada,” ujar dia.

Sehingga, kata dia, evaluasi IUP dapat berjalan objektif dan rill. Dengan begitu, tidak muncul bantahan, sanggahan. Bahkan gugatan hukum jika terjadi kekeliruan.

M Nur mengingatkan Pemerintah Aceh jangan main mata dalam hal pemberian dan pencabutan izin. Harus benar-benar objektif, berdasarkan kenyataan dilapangan.

“Jika memang tidak ada aktivitas, tidak memberi manfaat bagi daerah, tidak membuka lapangan kerja karena tidak ada aktivitas maka harus dicabut setelah diberi peringatan dan pembinaan,” kata dia.

Bagi yang beraktivitas dan sesuai dengan ketentuan, kata dia, harus diberi kesempatan. Sekaligus pembinaan dan pengawasan, supaya dapat memberi manfaat bagi daerah dan masyarakat tanpa merusak lingkungan.

Karena itu, kata dia, ForBINA menawarkan skema pengawasan atau evaluasi bersam. Salah satunya dengan melibatkan LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup serta komunitas atau tokoh masyarakat setempat.

“Pj Gubernur Aceh melalui Dinas ESDM Aceh diminta untuk terbuka mengekspos peta Izin Usaha Pertambangan seluruh Aceh,” kata dia. “Sehingga semua pihak tahu perusahaan mana saja yang berizin dan beraktivitas, perusahaan apa saja yang tidak melaporkan rencana kerja mereka.”

M Nur mendorong ESDM Aceh membentuk membentuk Satgas Bersama Pertambangan. Merekan akan aktif melakukan pemantauan dan menerima pengaduan warga serta menelaah laporan-laporan yang diekspos oleh media, termasuk melakukan traking kinerja perusahaan-perusahaan yang mengajukan izin usaha pertambangan di Aceh.

“Dengan begitu, dapat diantisipasi sejak dini sebagai bagian dari usaha mencegah kebencanaan akibat usaha pertambangan,” ujar M Nur.