Juru bicara fraksi Partai Aceh (PA) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Junaidi, menilai Mendagri tidak semestinya menolak Rancangan Qanun Aceh tentang Hak Sipil dan Hak Politik Rakyat Aceh. Karena qanun ini merupakan tindak lanjut dari MoU Helsinki.
- Parlemen Bangsamoro Filipina Kunjungi DPR Aceh, Ini Tujuannya
- Mawardi Ali Tegur Penjabat Pusat Tak Berjilbab di Aceh Besar
- DPRK Banda Aceh Minta Sekda Evaluasi Kinerja Pegawai Kontrak
Baca Juga
Dalam MoU Helsinki Nomor 1.4.2 disebutkan bahwa legislatif Aceh akan merumuskan kembali ketentuan hukum bagi Aceh berdasarkan prinsip-prinsi universal hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam kovenan internasional perserikatan bangsa-bangsa mengenai hak-hak sipil dan politik.
Junaidi menjelaskan, semua qanun yang akan dibahas untuk tahun-tahun kedepan harus terlebih dahulu mendapatkan kepastian dari Mendagri. Sebab mendagri hanya memfasilitasi dan mengoreksi qanun.
“Bukan untuk dievaluasi dengan tujuan untuk ditolak,” kata Junaidi, saat rapat paripurna tentang persetujuan dan pengesahan qanun Aceh, di Gedung DPR Aceh, Kamis, 29 Desember 2022.
Faktanya, kata dia, selama ini qanun-qanun Aceh yang telah dibahas oleh DPR Aceh bersama Gubernur Aceh dievaluasi oleh Mendagri. Padahal qanun-qanun tersebut telah sesuai dengan MoU Helsinki dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.
Menurut Junaidi, jika tanpa kepastian dan Mendagri mengambil sikap mengevaluasi sesuka hati dan mengabaikan UUPA, maka kedepan tidak perlu lagi ada pembahasan qanun apapun dari DPR Aceh.
- Surati Mendagri, Pj Gubernur Aceh Usulkan Reza Saputra jadi Kepala BPKA
- KPPU Dorong Pemda Lakukan Asesmen Kebijakan Persaingan Usaha
- Sah, Bustami Hamzah Resmi Dilantik Jadi Pj Gubernur Aceh