Gamestop, Jiwasraya dan Asabri

Ilustrasi: MarTech.
Ilustrasi: MarTech.

FENOMENA saham Gamestop menjadi berita heboh dalam satu pekan belakangan. Dunia dikejutkan oleh tindakan spekulan ritel di bursa saham Amerika Serikat mengakali para pemain besar, perusahaan lindung nilai, sehingga mampu menguras uang mereka dalam aksi jual beli saham dengan mengandalkan teknik shortsale.

Ini aksi yang luar biasa, bandar besar ditekuk oleh gerombolan pemain ritel. Ada yang mengaitkan peristiwa ini dengan kelanjutan dari —Occupy  Wall Street atau Gerakan 99 persen  rakyat Amerika melawan 1 persen oligarki Amerika. Mereka berhasil membuktikan dalam satu aksi gerakan sosial ala Robinhood di pasar saham Amerika Serikat.

Lalu bagaimana tanggapan elite dan pemikir Indonesia? Sampai saat ini belum ada yang memperhatikan ini sebagai bentuk gerakan, yang boleh jadi para penggeraknya adalah kaum milenial.  Gamestop menukik salah satu penyebabnya adalah aksi Elon Musk yang berucap di akun jejaring sosialnya: Gamestonk.

Tapi yang menggelitik adalah komentar elite Indonesia, bekas menteri, di berbagai media yang mengait-ngaitkan Gamestop dengan Jiwasraya dan Asabri. 

Dikutip dari berbagai narasinya, bahwa kalau di Amerika Serikat boleh jadi kasus Jiwasraya dan Asabri ini bebas dari perbuatan pidana. Wah ini simplifikasi kasus korupsi yang luar biasa. Sementara yang bersangkutan tidak menjelaskan bagaimana Jiwasraya dan Asabri digarong oleh para bandar atau mafia pasar modal.

Fenomena Gamestop sama sekali tidak ada relevansinya untuk dibandingkan dengan korupsi Asabri dan Jiwasraya. Tidak ada kejatuhan harga saham secara ekstrim di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagaimana yang terjadi di Wall Street.

Tidak ada juga publik yang mengalihkan saham-saham mereka dari Jiwasraya maupun Asabri sehingga kedua perusahaan ini merugi. Kedua perusahaan ini merugi karena cara pengelolaan dana dan investasi yang mereka lakukan diduga bermotif koncoisme dan nyolongisme. 

Tidak ada mekanisme pasar yang terbuka dan transparan dalam tehnik penempatan publik oleh perusahaan asuransi tersebut, publik pemilik uang tidak pernah tahu di mana uang mereka di investasikan. Apalagi di bursa saham Indonesia saat ini tidak ada saham perusahaan baru yang melejit seperti Gamestop. Inilah salah satu keanehan kalau mau mencermati komentar elit tersebut di atas.

| Penulis adalah pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).