Berunjuk Rasa di Gedung Parlemen Aceh, Buruh Tuntut Kesejahteraan

FSPMI dan Aliansi Buruh Aceh saat aksi di Gedung Kantor DPR Aceh. Foto: Muhammad Fahmi/RMOLAceh.
FSPMI dan Aliansi Buruh Aceh saat aksi di Gedung Kantor DPR Aceh. Foto: Muhammad Fahmi/RMOLAceh.

Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Aceh dan Aliansi buruh Aceh, menggelar aksi di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh. Mereka menuntut kesejahteraan pekerja atau buruh yang ada di Aceh.


Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) FSPMI Aceh, Habibi Inseun, mengatakan organisasinya akan terus menyerang terhadap kebijakan yang menzalimi kehidupan dan kesejahteraan pekerja. Baik buruh lokal maupun nasional.

"Karena dampak negatifnya yang mulai dirasakan oleh pekerja buruh di Aceh," kata Habibi Inseun, di sela-sela aksi, Senin, 7 Februari 2022.

FSPMI, kata Habibi, menolak UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Pasalnya, regulasi yang dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) tidak digubris oleh pemerintah.

Menurut dia, kebijakan tersebut secara telah membawa malapetaka yang dahsyat bagi pekerja di Aceh dan seluruh Indonesia. "Omnibus Law juga membawa pengaruh yang sangat besar hingga ke Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2014 tentang ketenagakerjaan dimana telah terjadi kemandulan dalam hal perlindungan ketenagakerjaan di Aceh," ujar Habibi.

Habibi juga menilai, Omnibus Law juga telah membawa bencana yang besar bagi dunia ketenagakerjaan di Aceh. Di mana Upah Minimum Provinsi (UMP) Aceh tahun 2022 hanya naik Rp 1.429, dari tahun sebelumnya.

“Hal itu merupakan tsunami bagi pekerja di Aceh. Padahal pekerja sangat berharap adanya penyesuaian upah sesuai dengan harga-harga kebutuhan pokok diapangan,” sebut Habibi.

Oleh karena itu, kata Habibi, FSPMI dan Aliansi Buruh Aceh meminta Pemerintah Aceh segera merevisi UMP dan UMK 2022. Di samping itu, juga harus merevisi Qanun Ketenagakerjaan, memperjuangkan hak otonomi dalam kebijakan ketenagakerjaan dan menyelesaikan berbagai kasus ketenagakerjaan di seluruh Aceh.

"Ini akan terus kita suarakan jangan sampai ibaratnya peribahasa, tikus mati dilumbung padi. Karena Aceh punya segalanya. Katanya Aceh yang hebat. Tapi ternyata kenyataannya masyarakat Aceh masih banyak yang miskin hampir satu juta orang, bahkan yang mengganggur diatas rata-rata nasional," kata Habibi.