Geruduk PN Sinabang, KuALA Minta Hukuman Bagi Pokmaswas Diringankan

Jaringan KuALA melakukan aksi simpati di depan Pengadilan Negeri Sinabang, Siemeulu. Foto: ist
Jaringan KuALA melakukan aksi simpati di depan Pengadilan Negeri Sinabang, Siemeulu. Foto: ist

Jaringan KuALA menggelar aksi simpati terhadap lima nelayan anggota Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) yang sedang menjalani tahapan persidangan di Pengadilan Negeri Sinabang, Simeulue.


Aksi itu dilakukan sebagai bentuk keperihatinan terhadap lima nelayan anggota Pokmaswas. Mereka dituduh melakukan pemukulan terhadap 16 nelayan pengguna kompresor di laut Siemeulu.

Koordinator aksi, Gemal Bakri mengatakan kelima nelayan anggota Pokmaswas itu harus diapresiasi. Karena sudah ikut serta dan berjuang dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di dalam kawasan konservasi. 

"Terlepas dari perkara yang saat ini sedang dalam tahapan persidangan.  Seharusnya pemerintah daerah harus tetap hadir memberikan dukungan terutama menjelang vonis hakim," kata Gemal dalam aksi di depan Gedung Pengadilan Negeri Sinabang, Siemelue, Senin, 21 Juni 2021.

Gemal menjelaskan bangsa ini telah bersepakat bahwa pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut harus memperhatikan prinsip pelestarian ekosistem. 

Menurut dia, penetapan kawasan konservasi dan adanya dukungan partisipasi dari masyarakat harus menjadi modal utama bagi pemerintah agar pengelolaannya memberikan dampak yang luas terhadap ekosistem dan untuk kesejahteraan masyarakat Simeulue. "Ini kan yang dimimpikan oleh pemerintah?" Kata Gemal. 

Gemal memgkhawatirkan perjuangan dan partisipasi masyarakat dianggap menjadi momok bagi pemerintah. Sayangnya, ketika gerakan masyarakat tumbuh secara alami dari bawah, pemerintah seakan tidak mampu mengimbanginya. 

Menurut Gemal, ketika kelima nelayan anggota Pokmaswas terbelit masalah hukum seperti sekarang, seakan-akan pemerintah acuh tak acuh. 

Padahal Pokmaswas adalah program yang lahir dari inisiatif pemerintah daerah. Ketika Pokmaswas mendapatkan masalah, kata Gemal, DKP Simeulue atau Bupati hadir dan segera menengahi permasalah serta menyelesaikannya.

Gemal menilai tingginya tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah bukti bahwa Pemkab Simeulue tidak melakukan pendekatan ke lembaga penegak hukum untuk meringankan beban pejuang-pejuang lingkungan.  

"Situasinya saat ini terbalik, tingginya tuntutan jaksa seakan-akan mereka ini di anggap seperti musuh negara," kata Gemal. 

Gemal mengatakan jika Pemkab sepakat tidak peduli dengan ekosistem laut Simeulue. Cabut saja surat keputusan Pokmaswas serta mencabut penggunaan kompresor. Apabila perlu, kata dia, usulkan kepada Menteri Kelautan Dan Perikanan untuk mencabut keputusan menteri tentang kawasan konservasi Simeulue. 

Sejatinya, kata Gemal,kita telah sepakat bahwa kawasan konservasi harus dikelola bersama-bersama, multi stakeholders dan multi level. Kalau kemudian pemerintah tidak mampu menggelola jangan kemudian menyalahkan masyarakat yang bergerak lebih maju. 

"Yang mereka lakukan adalah untuk menyelamatkan lumbung mata pencaharian masyarakat di sekitar kawasan konservasi," kata Gemal. 

KuALA hadir untuk memberi dukungan sebagai rasa simpati kepada nelayan anggota Pokmaswas dan penegekan hukum di Simeulue. Gemal berharap perjuangan mereka dan dukungan KuALA dapat mengetuk pintu hati hakim. 

Sembilan Panglima Laot Siemeulu telah menyatakan sikap tentang perkara Pokmaswas Air Pinang dalam bentuk salinan yang ditujukan kepada Bupati, DPRK, Pengadilan dan Kejaksaan. 

Berdasarkan pernyataan itu, Gemal sepakat bahwa kasus ini akan menjadi catatan buruk dan sejarah pengelolaan pesisir dan laut di Simeulue menjadi gambaran karakter para pemimpinnya. 

"Mungkin ketika ikan dan lobster terakhir sudah dipancing baru kita semua akan sadar," kata Gemal.