Green Peace: Banyak Masyarakat Aceh Terjerat Dalam Perbudakan

Diskusi bertajuk Standarisasi Pengawasan Ketenagakerjaan dan Pelayanan Pengurusan Kelengkapan Dokumen Pelatihan dan Perizinan bagi Para Pekerja Migran Awak Kapal Perikanan (AKP) Asal Indonesia. Foto: ist.
Diskusi bertajuk Standarisasi Pengawasan Ketenagakerjaan dan Pelayanan Pengurusan Kelengkapan Dokumen Pelatihan dan Perizinan bagi Para Pekerja Migran Awak Kapal Perikanan (AKP) Asal Indonesia. Foto: ist.

Juru Kampanye Green Peace Indonesia, Afdillah mengatakan, selama sembilan tahun terakhir ini pihaknya telah menanggani sebanyak 900 kasus perbudakan terhadap Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia. Sebagian besar pusatnya berada di Jawa Tengah dan Jawa Barat.


"Namun, anak-anak Aceh banyak juga yang terjerat dalam perbudakan," ujar Afdillah, saat diskusi bertajuk 'Standarisasi Pengawasan Ketenagakerjaan dan Pelayanan Pengurusan Kelengkapan Dokumen Pelatihan dan Perizinan bagi Para Pekerja Migran’ yang digagas Rumoh Transparansi di Amel Convention Hall, Selasa, 23 Mei 2023.

Menurut dia, banyaknya masyarakat Aceh yang memilih bekerja di kapal asing karena Indonesia dinilai gagal dalam mengolah Sumber Daya Masyarakat (SDM). Hal ini-lah membuat mereka memilih untuk mencari pekerjaan di luar negeri.

Kondisi ini, kata dia, dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang merekrut para pekerja ke luar negeri. Mereka diiming-imingi kerja ringan, uang banyak.

Afdillah menilai, peristiwa tersebut menjadi pernyelesaian panjang. Apalagi saat ini sedang direkrut semakin kencang. Namun dia hakul yakin perlindungan terhadap ABK adalah prioritas.

Hal tersebut dibenarkan oleh Kepala Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Aceh, Siti Rolija. Menurut dai, warga Indonesia yang bekerja di kapal asing karena tawaran ruang kerja untuk sektor perikanan terbuka dan menjanjikan. Apalagi negara luar sudah memiliki alat canggih, sementara SDM terbatas.

"Mereka yang produktif tidak sebesar indonesia, sehingga menjadi incaran negara maju untuk mengalokasikan lowongan kerja," ujarnya.

BP3MI, kata dia, dalam menekan perbudakan yang terjadi itu terus melakukan sinergi dan kolaborasi, serta mengatur aturan yang berkenaan dengan peraturan bekerja di luar negeri harus melalui prosedur yang benar. Supaya dapat menimalisir warga untuk bekerja di kapal asing secara ilegal.

Semetara itu, Koordinator Rumoh Transparansi, Crisna Akbar menambahkan, pihaknya telah menemukan hampir 70 persen pekerja dari Aceh yang menjadi ABK mengalami ekploitasi kerja di atas kapal asing. Akan tetapi. Kata dia, para ABK kembali lagi.

“Mereka tidak ada pilihan pekerjaan di Aceh. Pesan kita khususnya warga Aceh dan Indonesia, ketika ingin bekerja lakukan prosesi konfimasi yang jelas, silakan gali info pastikan perusahan legal bukan ilegal," ujarnya.