Gubernur Aceh Beri Hibah Miliaran Rupiah, Tak Sepeserpun untuk Petani Kopi

Saradi Wantona. Foto: ist.
Saradi Wantona. Foto: ist.

Kepala Divisi Kebijakan Publik dan Anggaran, Jaringan Anti Korupsi Gayo, Saradi Wantona, mengkritik sikap Gubernur Aceh yang memberikan bantuan belanja hibah kepada lembaga swadaya masyarakat atas nama penanganan Covid-19. Di saat yang sama, Gubernur Aceh mengabaikan kesulitan yang dialami petani kopi di Dataran Tinggi Gayo.


Hibah itu diberikan oleh Gubernur Aceh kepada sejumlah organisasi yang bermarkas di Banda Aceh. Masing-masing organisasi menerima bantuan sebesar Rp 100 juta. Total uang yang dialokasikan untuk seluruh bantuan penanganan Covid-19 itu mencapai Rp 9,5 miliar. 

“Gubernur Aceh benar-benar tidak paham skala prioritas untuk rakyat,” kata Saradi dalam keterangan tertulis, Kamis, 14 Januari 2021.

Saradi menilai hibah bantuan sosial itu bukan prioritas dalam upaya menanggulangi dampak Covid-19. Terutama di bidang ekonomi. 100 lembaga penerima bantuan hibah tersebut boleh mendapatkan bantuan setelah kelompok masyarakat lain, yang perekonomiannya mengalami kesulitan, tuntas dibantu. 

Menurut Saradi stimulus bantuan hibah yang kerap dikucurkan tidak pernah betul-betul menyentuh kebutuhan masyarakat kecil. Padahal, saat ini para petani kopi mengalami kerugian besar dampak dari terhentinya ekspor kopi. 

Harga buah kopi yang biasa dijual senilai Rp 10 ribu hingga Rp 12 ribu per kilogram kini hanya dihargai Rp 5.000 sampai Rp 6.000. Belum para petani harus mengeluarkan biaya untuk petik, pemeliharan dan pupuk. Kondisi ini sangat dirasakan berat oleh petani kopi. Dalam sejumlah diskusi, kata Saradi, hal ini juga telah disampaikan. 

Seharusnya, Pemerintah Aceh melihat persoalan ini dengan serius dan memberikan stimulus pembiayaan untuk membantu petani-petani kopi di wilayah Tengah Aceh. Anjloknya harga kopi hingga 60 persen ini sangat memukul daya beli masyarakat Dataran Tinggi Gayo. 

Berdasarkan data yang dirilis dari situs Sekretariat Daerah Provinsi Aceh, jumlah masyarakat petani yang memiliki usaha perkebunan kopi ditaksir mencapai 78.624 kepala keluarga. Mereka tersebar di tiga kabupaten, yakni Aceh Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues. Dengan luas lahan mencapai 101.473 hektare dan total produksi sebanyak 61.761 ton per tahun atau dengan rata-rata produksi 773 ton/hektare.

Saradi meyakini Gubernur Aceh Nova Iriansyah memahami hal ini. Kesulitan para petani kopi di Gayo berulang kali dipublikasikan di media massa. Namun Saradi tak bisa memahami alasan Gubernur Aceh memilih menyalurkan bantuan kepada sekelompok kecil organisasi dan lembaga masyarakat ketimbang membantu para petani dan sektor riil lainnya untuk bertahan di tengah pandemi. 

“Bagi kami, Pemerintah Aceh mengabaikan kepentingan masyarakat kelas bawah. Bantuan sosial itu menunjukkan sikap amatir seorang gubernur. Bahkan kami menilai gubernur tengah menyenangkan kelompoknya sendiri,” kata Saradi.