Gubernur Aceh Harus Jadikan Putusan MA terhadap MAA sebagai Bahan Rekonsiliasi

Badruzzaman (paling kiri). Foto: halaman7.
Badruzzaman (paling kiri). Foto: halaman7.

Pengamat hukum dan adat Aceh, Teuku Muttaqien Mansur, mengatakan Pemerintah Aceh harus menjalankan putusan Mahkamah Agung untuk melantik kembali Badruzzaman sebagai Ketua Majelis Adat Aceh. Gubernur Aceh harus menerima masukan yang benar agar keputusan yang diambil juga benar.


"Gubernur harus melaksanakan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan oleh MA. Jangan salah mengambil keputusan dan bersikap," kata Muttaqien kepada Kantor Berita RMOLAceh, Senin, 25 Januari 2021. 

MA menolak gugatan kasasi Gubernur Aceh terkait SK pengangkatan Pengurus Lembaga Adat Aceh (MAA). Penolakan kasasi oleh MA itu menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh dalam gugatan antara Ketua MAA Badruzzaman Ismail dengan Gubernur Aceh. 

Dalam putusan pengadilan tingkat pertama, majelis hakim menyatakan Keputusan Gubenur Aceh nomor 821.29/298/2019 tentang pengangkatan Plt Ketua Pengurus MAA dan surat Gubernur perihal penetapan pengukuhan dewan pengurus dan pemangku adat pada MAA tahun 2019 - 2023 tidak sah. 

Selain itu, hakim mewajibkan Gubernur Aceh selaku tergugat diminta mencabut SK dan surat Gubernur tersebut dan mewajibkan kepada tergugat melanjutkan proses usul penetapan Dewan pengurus MAA berdasarkan hasil Musyawarah Besar (Mubes). 

Kalah ditingkat pertama, Gubernur Aceh melalui kuasa hukum melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan. Putusan PTTUN Medan menguatkan putusan PTUN Banda Aceh.

Rentetan keputusan ini harus direspons dengan melantik kembali Badruzzaman sebagai Ketua MAA. Nova Irianysah, selaku Gubernur Aceh, kata Muttaqin, harus patuh pada keputusan peradilan. Secara etika pimpinan dan pengelolaan negara yang baik, menolak untuk melaksanakan perintah pengadilan adalah tindakan yang tidak elok. 

Menurut Muttaqien, masalah yang menyandera Badruzzaman dan Gubenur Aceh ini terjadi karena saat itu Badruzzaman dianggap terlalu lama memimpin MAA setelah dia dilantik. Lantas, kata dia, dicari-cari alasan untk membatalkan keputusan musyawarah besar yang menunjuk Badruzzaman sebagai Ketua MAA untuk ketiga kali secara berturut-turut. 

Kondisi ini, kata Muttaqien, membuat suasana hati para orang tua, tokoh-tokoh adat-budaya, di Aceh, tak lagi baik. Dalam sejumlah kunjungan ke daerah, kata Muttaqien, para tetua adat berharap Gubernur Aceh membuka pintu dialog sebagai ikhtiar untuk menyudahi kisruh ini. 

“Putusan Mahkamah Agung itu seharusnya dijadikan Gubernur Aceh sebagai momentum untuk merajut kembali ukhuwah di antara tokoh-tokoh adat dna tokoh masyarakat yang telah banyak berkontribusi kepada Aceh,” kata Muttaqien.