Gubernur Aceh Usulkan Pocut Meurah Intan Jadi Pahlawan Nasional  

Pocut Meurah Intan. Foto: net
Pocut Meurah Intan. Foto: net

Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, mengusulkan salah satu tokoh pejuang perempuan Aceh, Pocut Meurah Intan, menjadi pahlawan nasional. Sebab, Pocut Meurah Intan dapat menjadi inspirasi dan menggugah semangat generasi muda.


“Mudah-mudahan semangat kepahlawanan beliau dapat semangat kita semua dalam membangun negeri ini menjadi lebih baik lagi,” kata Gubernur Nova, saat dijamu makan malam oleh Bupati Blora, Arief Rohman, beserta Unsur Forkopimda Blora, di Pendopo Rumah Dinas Bupati Blora, di Blora, Jawa Tengah, kemarin.

Nova berterima kasih kepada Pemerintah Jawa Tengah (Jateng) dan Kabupaten Blora, karena telah merawat dan menjaga makam Pocut Meurah Intan yang merupakan pahlawan perempuan dari Tanah Rencong itu. “Insyallah, tahun ini Pemerintah Aceh juga akan melakukan pemugaran terhadap makam Pocut Meurah Intan,” ujar Nova.

Nova berharap, kunjungannya ke Jawa Tengah dapat menjadi awal dari peningkatan hubungan kemitraan dan persahabatan antara pemerintah Aceh dengan Pemerintahan Jawa Tengah serta Pemerintah Kabupaten Blora.

“Insya Allah, sebelum menuju ke kampus Akamigas, kami akan terlebih dahulu berziarah untuk mengunjungi makam salah seorang pahlawan perempuan asal Aceh yaitu Pocut Meurah Intan atau dikenal juga dengan nama Pocut Meurah Biheu,” kata Nova.

Nova menjelaskan, Pocut Meurah Intan merupakan sosok pejuang Aceh, salah seorang srikandi yang namanya masih begitu hidup di dalam dada masyarakat Aceh hingga saat ini, karena berkat kegigihannya perjuangan beliau mengusir penjajah dari Bumi Nusantara ini. “Bersama suaminya, Tuanku Abdul Majid, Pocut Meurah Intan dikenal sebagai tokoh dari Kesultanan Aceh yang paling anti Belanda,” sebut Nova.

Menurut catatan sejarah, kata Nova, perjuangan Pocut Meurah terjadi di akhir abad 19 sampai awal abad 20. Pada 11 November 1902. Pocut dikepung oleh serdadu khusus Belanda dari Korps Marchausse dan terdesak. Dengan dua tetakan luka di kepala, dua di bahu, sementara satu urat kening dan otot tumitnya putus, Pocut terbaring di tanah penuh dengan darah dan lumpur.

“Namun beliau tetap tidak menyerah dengan rencong yang masih tergenggam kuat di tangannya. Semangat pantang menyerahnya ini ternyata sangat dikagumi Belanda, bahkan beliau diberi gelar Heldhafting atau yang gagah berani,” kata Nova.

Sehingg, kata dia, berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda, pada 6 Mei 1905, beliau beserta putranya, Tuanku Budiman, dan seorang anggota keluarga kesultanan bernama Tuanku Ibrahim diasingkan ke Blora, Jawa Tengah. Di Blora pula, Pocut Meurah Intan berpulang ke rahmatullah pada 19 September 1937, dan dimakamkan di Desa Temurejo.

“Atas nama seluruh masyarakat Aceh, kami menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten Blora, yang selama ini telah memberikan perhatian dalam merawat dan menjaga makam Pocut Meurah Intan,” kata Nova.