Gugatan MAKI terhadap KPK Jadi Preseden Hukum Baru

Ihsan Yunus
Ihsan Yunus

Pakar hukum tata negara, Refly Harun, menilai gugatan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjadi preseden baru bagi penegakan hukum di Indonesia. Terutama jika gugatan itu dikabulkan oleh pengadilan.


"Apapun putusannya, kalau dikabulkan permohonannya, akan menjadi preseden baru bagi penegakan hukum di Indonesia bahwa masyarakat bisa mengawasi dan berpartisipasi," ujar Refly seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Ahad, 21 Februari 2021.

Refly mengatakan jika gugatan MAKI dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, maka keputusan itu menunjukkan bahwa KPK tidak hanya diawasi oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK, melainkan juga bisa diawasi secara langsung oleh masyarakat melalui pengadilan.

Gugatan ini dilakukan karena Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, setelah menilai KPK menelantarkan perkara bansos yang menjerat Juliari Peter Batubara (JPB), bekas Menteri Sosial. Penelantaran yang dimaksud adalah penyidik KPK tidak menggunakan seluruh izin penggeledahan yang dikeluarkan oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Jumlahnya mencapai 20 izin.

"Bahwa dalam penanganan perkara tersebut diduga Termohon KPK menelantarkan 20 izin penggeledahan yang telah dikeluarkan oleh Dewas KPK yang mengakibatkan belum lengkapnya berkas perkara para tersangka lainnya, sehingga belum dapat dilimpahkan berkas perkara untuk segera disidangkan," ujar Boyamin. 

Berkaitan dengan dugaan penelantaran 20 izin penggeledahan itu, MAKI telah membuat laporan kepada Dewas agar dapat menegur KPK untuk memastikan izin penggeledahan telah dijalankan dan telah diselesaikan sebagaimana mestinya.

Dugaan penelantaran izin ini, menurut Boyamin telah menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap tersangka lainnya. Secara materiil, diam-diam, menggantung dan menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap tersangka lainnya.

Penyidik KPK hingga saat ini juga belum memeriksa Ihsan Yunus sebagai saksi dalam perkara ini. Padahal, sambung Boyamin, penyidik telah melakukan serangkaian kegiatan penggeledahan. Yaitu penggeledahan di rumah orang tua Ihsan.

Selain itu, orang dekat Ihsan pun juga telah diperiksa. Yaitu, adik Ihsan bernama Muhammad Rakyan Ikram dan Agustri Yogasmara alias Yogas selaku operator Ihsan yang juga muncul saat rekonstruksi. KPK, lewat juru bicara Ali Fikri, menyampaikan bahwa mereka telah memanggil Ihsan Yunus. 

Namun kenyataannya, kata Boyamin, tidak ada bukti apapun terkait pemanggilan itu. Boyamin menilai KPK tidak serius dan main-main menangani perkara korupsi penyaluran sembako bansos Kemensos.

Atas hal tersebut, Boyamin berharap Majelis Hakim Praperadilan dapat menyatakan secara hukum bahwa Termohon KPK telah melakukan tindakan penghentian penyidikan secara materiil dan diam-diam yang tidak sah menurut hukum terhadap penanganan perkara ini, dengan cara melakukan penelantaran izin penggeledahan yang telah dikeluarkan. Selain itu, juga tidak dipanggilnya Ihsan Yunus sehingga mengakibatkan penanganan perkara menjadi terkendala.

Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, mengatakan lembaganya mempersiapkan dasar-dasar pasal korupsi kasus bantuan sosial (bansos). Sehingga belum memeriksa politisi PDIP, Ihsan Yunus.

"Kendala tidak ada, hanya kan kita kembali dasarnya sedang kita persiapkan ya. Dasarnya, mau lidik atau mau apa sedang kita persiapkan. Nanti kan kita bisa memulai dengan permintaan keterangan dan lain-lain," ujar Karyoto.

Karyoto mengatakan penerapan Pasal 2 UU Tipikor lebih rumit dibanding pasal suap yang kini tengah ditangani KPK. Karena kalau yang diceritakan oleh pak Jubir, kita bedakan Pasal 2 dengan pasal suap. Lebih kompleks yang pasal 2. Sehingga kita perlu pelan-pelan dan tentunya itu juga ada landasannya kita melakukan tindakan itu.

Penyidik sempat memanggil Ihsan Yunus pada akhir Januari lalu sebagai saksi. Namun Ihsan tidak hadir dengan alasan belum menerima surat panggilan. Ihsan akan diperiksa untuk tersangka Adi Wahyono (AW).