HAkA Ajukan Uji Materil UU Cipta Kerja ke MK

Mahkamah Konstitusi. Foto: net
Mahkamah Konstitusi. Foto: net

Sekretaris Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Badrul Irfan, mengatakan lembaganya sudah mengajukan permohonan uji materil ke Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Undang-Undang Cipta Kerja. Dikhawatirkan dengan banyak perubahan akan menimbulkan masalah terhadap lingkungan.


Permohonan uji materil diajukan oleh HAkA pada pasal 22 angka 5 Undang-Undang Cipta Kerja terkait perubahan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), mengatur tentang ruang partisipasi publik dalam proses analisi dampak lingkungan (Amdal).

“Di dalam pasal itu dihapus hak partisipasi bagi pemerhati lingkungan,” kata Badrul Irfan, dalam keterangan tertulis, Selasa, 12 Oktober 2021.

Badrul menjelaskan penghapusan hak partisipasi dari pemerhati lingkungan adalah dasar untuk mengajukan uji materil. Kini, hanya terbatas pada masyarakat terdampak. “Dikhawatirkan akan menurunkan kualitas dokumen yang seharusnya disusun secara kritis,” kata Badrul.

Menurut Badrul, pembatasan partisipasi tersebut menyebabkan sejumlah pemerhati lingkungan kehilangan hak untuk memperjuangkan dan mempertahankan lingkungan yang baik. “Lingkungan yang baik dan sehat itu adalah hak Kontitusional yang dijamin oleh konstitusi kita,” kata Badrul.

Kuasa Hukum Yayasan HAkA, Harli, menjelaskan hak atas lingkungan untuk lembaga lingkungan berbeda dengan hak masyarkat terdampak lansung. Karena hak lembaga pemerhati lingkungan memiliki makna yang luas.

“Seperti hak memperjuangkan kelestarian hutan, kelangsungan keaneka ragaman hayati,” kata Harli.

Menurut Harli, kelestarian dan kelangsungan keanekaragaman hayati tidak dapat dinilai dengan uang. Kehilangannya juga tidak dapat dinilai dengan uang. Bagi seorang peneliti, kehilangan objek penelitiannya merupakan kerugian yang dangat besar yang tidak dapat dinilai,” kata Harli.