Harga Sawit Turun 750 Per Kilogram, Apkasindo: Oligarki Sawit Bermain

Ilustrasi. Foto: RMOLAceh.
Ilustrasi. Foto: RMOLAceh.

Sekretaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Aceh, Fadhli Ali menyebutkan, harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit saat ini merosot drastis dari sebelumnya. Turun hingga 700-750 per kilogram pada tingkat petani dalam dua bulan terakhir.


“Sekarang harganya sekitar (Rp) 1.500 per kilogram, dan masih terus dalam tren melemah” kata Fadhli Ali kepada Kantor Berita RMOLAceh, Senin, 1 Mei 2023. 

Karena itu, Fadhli meminta pemerintah harus memperhatikan persoalan penurunan harga TBS ini sebagai masalah serius. Menurut dia, perlu langkah-langkah penting dan strategis untuk mengembalikan harga pada tingkat petani setidaknya disekitaran Rp 2.500-2.800 per kilogram. 

Fadhli mengatakan, sebelum melemah dua bulan lalu produksi, TBS sawit di Aceh sedang menanjak normal. Seperti sebelum diberlakukan kebijakan larangan eskpor CPO dan produk turunannya. 

Sekretaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Aceh, Fadhli Ali. Foto: ist.

Sayangnya, kata dia, trend harga yang tengah naik itu terhenti. Berbalik kembali jatuh hingga posisi 40 persen dibanding harga sebelum larangan ekspor diterapkan oleh pemerintah. Hal ini, Fadhli menilai, jelas tidak seimbang dibanding harga pupuk yang masih tetap mahal. Belum lagi buah sedang masa trek.

“Kita tahu bahwa petani sawit dalam enam bulan terakhir mengahadapi masa trek atau masa produksi rendah karena pengaruh agroklimak,” ujar dia. 

Fadhli menyebutkan, pada tahun lalu harga TBS sawit juga jeblok akibat kebijakan pemerintah yang melarang ekspor minyak mentah sawit (Crude Palm Oil/CPO), serta produk turunannya. Sehingga petani pun kecewa, bahkan mereka enggan merawat kebun sawit karena biaya perawatan mahal.

Menuruf Fadhli, persoalan harga sawit murah sekarang tidak terlepas dengan tahun politik. Banyak mulai mengkait-kaitkan persoalan harga TBS sawit dengan Pilpres dan Pileg. 

“Muncul selentingan pendapat-pendapat yang menganalisis bahwa jika pemerintah utamanya pada level pusat tidak netral dalam agenda politik nasional atau mendukung (endorse) calon tertentu,” kata dia. “Maka makin pesimis harga TBS akan kembali melampui harga (Rp) 3000 per kilogram.”

 Pasalnya, kata Fadhli, oligarki sawit yang tidak lain adalah para konglemerat. Mereka perlu menyisihkan sebagian keuntungan untuk berpartisipasi dalam agenda politik, terutama untuk mendukung calon yang diendorse oleh penguasa. 

Untuk itu, kata Fadhli, kecurigaan itu akan terbantahkan jika pemerintah mampu membuktikan dan membuat kebijakan demi harga TBS sawit membaik. “Jika tidak, maka kepercayaan publik, petani kepada pemerintah akan rendah,” ujar Fadhli.