Harimau Punah Tersebab Dungu

Ilustrasi. Foto: ist.
Ilustrasi. Foto: ist.

HARIMAU Sumatera terus dibayang-bayangi kepunahan. Habitat yang semakin berkurang, berkurangnya jumlah spesies mangsa akibat perburuan. Dan yang utama, tentu saja, adalah perburuan terhadap harimau itu sendiri.

Pasar yang menampung organ tubuh harimau ini terhampar luas. Tidak hanya kulit atau kuku. Bahkan tulang belulang harimau tersedia di pasar-pasar gelap, baik di Indonesia ataupun di mancanegara, terutama di negara-negara Asia.

Bangkai harimau dihargai tinggi. Bagi orang-orang yang bermain di pasar gelap ini, cuan yang didapat dari setiap ekor harimau meneteskan liur. Jurnal Interpol (2017) melansir, harga satu set organ tubuh harimau di Indonesia, terdiri dari kulit, tulang belulang, dan gigi, mencapai Rp 15 juta. Sumber lain menyebut, dari laporan yang sama, mengungkapkan harga kulit dan organ harimau dapat mencapai Rp 42 juta.

Di malaysia, sebelah mata harimau dijual seharga USD 170 atau sekitar Rp 1,5 juta. Di negeri ini juga tersedia sup harimau. Satu mangkok sup dapat dinikmati dengan membayar USD 320 atau sekitar Rp 4,8 juta.

Sementara di Laos, harga arak yang dibuat dari tulang harimau mencapai Rp 4,8 juta. dan gigi harimau dijual USD 8.250. Thailand dan Vietnam juga menjajakan organ harimau dengan harga yang bervariasi dan tidak jauh berbeda. 

Kabar penangkapan pemburu dan pedagang organ tubuh harimau masih saja kita dengar. Dari tempat penggerebekan, petugas mendapati set tulang harimau, tengkorak, empat buah taring, kuku dan beberapa kumis. 

Penangkapan ini dilakukan oleh tim gabungan Polres Indragiri Hulu dan Polisi Kehutanan Balai TN Bukit Tiga Puluh di Batang Gangsal Kabupaten Indragiri Giri Hulu Provinsi Riau, pada Rabu, 10 Oktober 2022. Penangkapan ini menandakan hingga saat ini masih ada perburuan dan perdagangan tulang harimau yang dilakukan oleh oknum masyarakat dan jaringannya.

Dalam banyak kebudayaan negara-negara Asia, harimau tidak hanya ditakuti. Secara bersamaan, pikiran masyarakat juga menempatkan harimau sebagai salah satu sumber obat-obatan. Satu di antaranya adalah pengobatan tradisional Tiongkok. 

3.000 tahun lalu, Materia Medica dari pengobatan Cina memasukan tulang harimau sebagai bahan untuk mengobati penyakit seperti rematik, maag, tifus, malaria, disentri dan luka bakar.

Selain untuk pengobatan tradisional, anggur tulang harimau (tiger bone wine) yang dibuat dari tulang harimau yang direndam dengan minuman keras menurut keyakinan mereka bisa dikonsumsi dan memberikan efek positif bagi tubuh manusia.

Padahal sebuah riset yang dikeluarkan oleh World Federation Of Chinese Medicine Societies menyatakan klaim di atas tidak terbukti. Tidak ada manfaat medis dari tulang harimau. Hal-hal yang mendorong seseorang mengonsumsi harimau hanyalah sugesti. Tidak ada fakta medis yang mendukung keyakinan itu. Sama seperti mitos yang mendorong perburuan hiu hanya untuk mengambil siripnya. 

Bagaimana pun, perburuan dan perdagangan Harimau Sumatera dan satwa liar lainya sangat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Berikut saya kutip sejumlah pasal. Pasal 21 Ayat (2) huruf a, b, dan d. Pasal 21 Ayat (2) huruf a : Setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.

Pasal 21 Ayat (2) huruf b berbunyi: Setiap orang dilarang untuk menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati. 

Pasal 21 Ayat (2) huruf d berbunyi: Setiap orang dilarang untuk memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau luar Indonesia.

Ketentuan pidananya apabila melanggar pasal tersebut di atas, diatur dalam pasal 40 Ayat (2) Undang-Undang no 5 tahun 1990 yaitu dipidana penjara paling lama 5 ( lima )  tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).

Perburuan yang didorong oleh mitos salah tentang harimau ini harus berhenti di sini. Kita tidak boleh membiarkan pikiran pendek mempengaruhi keberadaan hewan paling eksotis di hutan Sumatera itu, dari Aceh hingga Lampung. Jangan biarkan pula harimau kita punah hanya karena keduguan kita.

| Penulis adalah anggota tim penggiat IWT.