Hendra Budian: Pj Gubernur Aceh Harus Berkarakter Pemimpin Yang Kuat

Hendra Budian. Foto: RMOLAceh/Fauzan.
Hendra Budian. Foto: RMOLAceh/Fauzan.

Wakil Ketua DPR Aceh, Hendra Budian, meminta Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menunjuk sosok yang kredibel sebagai penjabat Gubernur Aceh. Sosok tersebut, kata Hendra, harus memiliki karakter kepemimpinan yang kuat.


Masa jabatan Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, berakhir pada 5 Juli 2022. Agar tidak terjadi kekosongan jabatan Kepala Pemerintahan Aceh, maka, sesuai perundang-undangan yang berlaku, Menteri Dalam Negeri menunjuk seorang penjabat gubernur. 

Mengingat jadwal pelaksanaan Pilkada dilaksanakan pada 27 November 2024, maka jabatan penjabat gubernur akan memimpin hingga 31 Desember 2024. Dia akan menjabat di Aceh paling kurang tiga tahun. Karena itu, perlu sosok yang berkarakter kuat mengingat Aceh, dari perspektif sosial politik dan ekonomi, berbeda dengan daerah lain. Memimpin di daerah bekas konflik berkepanjangan dan mengalami bencana gempa bumi dan tsunami tidaklah sederhana. 

“Sebagai daerah bekas konflik yang masih menyisakan permasalahan perang Aceh, maka agenda utama penjabat gubernur terkait isu perdamaian dan kompleksitas permasalahan ekonomi yang berkaitan dengan kemiskinan dan kesejahteraan,” kata Hendra Budian dalam keterangan tertulis, Sabtu, 14 Mei 2022. 

Syarat minimal yang harus dimiliki seorang penjabat gubernur di Aceh adalah memahami permasalahan Aceh. Terutama persoalan konflik Aceh sampai dengan hari ini. Kedua, sosok tersebut harus mampu membangun komunikasi efektif dengan semua pemangku kepentingan (stakeholder), terutama dengan DPR Aceh, tokoh politik, tokoh masyarakat, tokoh agama, pemimpin adat. 

Ketiga, kata Hendra Budian, penjabat gubernur harus memiliki dedikasi dan komitmen tinggi untuk membangun Aceh dan membebaskan daerah ini dari belenggu kemiskinan. Keempat, penjabat gubernur harus setia dan memiliki loyalitas yang tinggi terhadap bangsa dan negara, serta memiliki wawasan kebangsaan kokoh dan kuat.

“Yang terpenting, penjabat gubernur harus memiliki karakter kepemipinan yang kuat, yaitu kompeten dan efektif  melakukan koordinasi dan menggerakkan instrumen dan perangkat birokrasi di pemerintah Aceh serta efektif melakukan koordinasi dengan lembaga vertikal lainnya,” kata Hendra.

Hendra tidak mempersoalkan latar belakang sosok yang ditunjuk untuk memimpin Aceh, termasuk jika pusat menunjuk sosok berlatar belakang militer. Hendra mengatakan rezim Pemilu 2024 adalah domain pemerintah pusat. Setiap kebijakan yang diputuskan adalah hal terbaik untuk kepentingan bangsa dan negara. 

“Jikapun nanti terbit peraturan yang mengizinkan kalangan militer untuk menjabat Pj Gubernur dalam perhelatan Pemilu serentak 2024, maka opsi menunjuk TNI untuk pemimpin Aceh ketika berakhirnya masa jabatan Gubernur Aceh tidak menjadi persoalan, sepanjang diatur oleh ketentuan," kata Hendra.

Hendra mengatakan Aceh juga pernah dipimpin oleh seorang penjabat gubernur dari kalangan TNI, yakni Soedarmo, yang saat itu dikaryakan sebagai Dirjen di Kementerian Dalam Negeri. Hal ini, kata dia, bisa menjadi rujukan. Jika opsi penjabat gubernur dari kalangan militer dibenarkan dalam aturan, Hendra Budian berharap pemerintah pusat menujuk orang yang tepat, yakni profil pejabat dari TNI yang memiliki integritas dan semangat untuk membangun Aceh.