Imigrasi: Kapal Rusia Melego Jangkar di Aceh Besar Dalam Kondisi Darurat

Ilustrasi: dok.
Ilustrasi: dok.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Heni Yuwono, mengatakan tidak ada kasus pelanggaran yang didapati atas kasus kapal pesiar Rusia La Datcha George Town yang melego jangkar di laut Aceh. 


"Kesimpulannya, dari semua instansi dalam penangan kapal persiar La Datcha tersebut tidak ada indikasi pelanggaran hukum," kata Heni, Kamis, 11 Februari 2021. 

Heni mengatakan langkah dan tindakan dalam kasus tersebut diambil sesuai dengan aturan yang ada. Karena ketika sudah periksa, kata Heni, dapat dipastikan bahwa di sana tidak ada unsur kesengajaan memasuki wilayah Indonesia. 

Hingga saat ini, kata Heni, belum dapat dipastikan sampai kapan kapal itu akan berada di Aceh. Namun Heni menegaskan tidak ada unsur intervensi dari pihak manapun terkait keberadaan kapal itu. Justru, kata dia, Kemenkumham mengatakan kapal itu telah ditangani sesuai dengan Undang-Undang Nomor 611 tentang Keimigrasian.

Kasubditgakkum Dilpolairud Polda Aceh, Fadli, mengatakan keberadaan kapal itu diketahui aparat di Polsek Lhong, Aceh Besar, 5 Februari 2021. Dari hasil dari penyidikan itu, kata Fadli, belum menemukan indikasi pelanggaran pidana yang termasuk dalam dokumen untuk dilaksanakan proses hukum. 

"Tim gabungan sebanyak 28 orang itu merapat ke lokasi. Kami melakukan pemeriksaan dengan langsung naik ke kapal tersebut," kata Fadli. 

Fadli mengatakan dari hasil penyelidikan dengan kapten kapal, Alexander, yang bersangkutan menyampaikan bahwa kapal tersebut berlayar dari Maladewa menuju ke Singapura. Kemudian pada 4 Februari, mereka terpaksa melego jangkar karena salah satu mesin kapal mengalami kerusakan. 

Fadli menyebutkan mereka tidak berani mengibarkan bendera merah-putih karena belum melaporkan izin secara resmi kepada pelayanan otoritas Indonesia. Setelah melakukan pemeriksaan, kapal tersebut diarahkan ke Pelabuhan Ulee Lhee.

Fadli menjelaskan kedaruratan tersebut karena salah satu mesin di kapal tersebut. Oleh karena itu, mereka harus mematikan Automatic Identification System agar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan demi keselamatan nyawa 18 penumpang. 

“Mereka hanya berenang dan snockling di kawasan kapal pesiar. Sesuai aturan, mereka tidak melakukan hal yang dapat melanggar hukum,” kata Fadli.

Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan, Aji Yulhaidir, mengatakan dalam penanganan kapal persiar tersebut tidak didapati barang-barang yang akan masuk ke Indonesia.

Sementara Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Banda Aceh, Telmaizul Syatri, menyebutkan secara pemeriksaan sesuai dengan Undang-Undang Keimigrasian. "Kapal itu betul-betul dalam keadaan darurat. Jadi bukan sengaja," kata Telmaizul.