Indonesia G20 Presidency yang Candu Batu Bara

Ilustrasi. Foto: net.
Ilustrasi. Foto: net.

Dimana agenda transisi energi yang semestinya disukseskan Indonesia sebagai G20 Presidency yakni beralih dari ketergantungan pada energi fosil menjadi energi baru terbaharukan. Salah satu caranya dengan elektrifikasi seluruh sektor mulai dari transportasi industry rumah tangga, beralih ke listrik yang dihasilkan oleh energi ramah lingkungan.

Lalu apa buktinya bahwa pemerintah masih doyan batu bara? Ini termaktub dalam RUU APBN tahun 2023 yang saat ini sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR. Didalam RUU tersebut termuat komitmen pemerintah untuk membangun pembangkit batu bara.

Pemerintah masih memberikan perhatian penuh terhadap pembangunan pembangkit batu bara. Kebijakan pemerintah yang doyan pembangkit batu bara juga dilakukan dengan pemberian penjaminan terhadap percepatan pembangkit batu bara. Selain itu pemerintah tetap berambisi melanjutkan pembangunan pembangkit batu bara yang tertunda. 

Dalam RUU APBN tahun 2023 prioritas pembangunan pembangkit masih terus dilakukan. Pasal 42 Ayat (2): Penugasan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas pemberian jaminan Pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batu bara.

Adapun pasal 42 ayat 1 berbunyi Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengelola anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah untuk penugasan: a. Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional; b. dukungan penjaminan pada program Pemulihan Ekonomi Nasional; dan/atau c. penugasan penyediaan pembiayaan infrastruktur daerah kepada Badan Usaha Milik Negara.

Selain itu APBN masih memberikan program Penjaminan terhadap Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batu bara. Penjaminan berupa anggaran dari APBN agar memdahkan investasi pembangkit batu bara mendapatkan dana pembiayaan bank dalam negeri.

Adapun proyek yang mendapatkan penjaminan adalah Penjaminan pemerintah dalam mendukung program percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik diberikan kepada pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batu bara (Proyek 10.000 MW Tahap I).

Hal ini sejalan dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2006 tentang Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batu Bara.

Bahkan Di dalam RUU APBN 2023 juga terdapat penjaminan terhadap risiko kontinuitas pasokan batu bara yang akan berdampak pada operasional pembangkit, beberapa mitigasi risiko yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) antara lain: (1) berkontrak dengan multi pemasok; (2) koordinasi kebutuhan dan ketersediaan batu bara secara rutin dengan pemasok; 3) melakukan monitoring pasokan batu bara; (4) memastikan kesiapan fasilitas penerimaan dan penyimpanan batu bara; (5) melakukan stakeholders management; (6) mengoptimalkan blending batu bara; (7) memastikan ketersediaan jenis energi primer yang lain sebagai alternatif; dan (8) melakukan koordinasi terkait kebijakan ESDM untuk lebih mampu menjaga security of supply batu bara.

Berdasarkan hal di atas, maka tampaknya pemerintah makin candu dengan pembangkit batu bara dan terus digenjot untuk dibangun. Meskipun saat ini telah terjadi over supply listrik di Indoensia terutama di Jawa Bali. Namun karena pembangkit batu bara yang dibangun swasta wajib dibeli oleh PLN berdasarkan regulasi, maka pembangunan pembangkit batu bara terus digenjot.

Mungkin karena utang perusahaan pembangkit batu bara di bank nasional dan bank BUMN sudah terlalu banyak. Sehingga pembangunan pembangkit batu bara terus dipaksakan, meskipun dengan resiko menanggung malu di G20 Presidency.

| Penulis adalah peneliti asosiasi ekonomi dan politik Indonesia.