Jaksa KPK Ungkap Peran Azis Syamsuddin dalam Perkara Suap Penyidik KPK oleh Wali Kota Tanjungbalai

Azis Syamsuddin. Foto: net.
Azis Syamsuddin. Foto: net.

Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap peran Azis Syamsuddin, Wakil Ketua DPR RI, dalam perkara suap Wali Kota Tanjungbalai Muhammad Syahrial. Nama terakhir diduga menyuap bekas penyidik KPK Stefanus Robin.


Dalam sidang itu terungkap bahwa kasus suap ini dimulai saat Syahrial berencana maju untuk kedua kali sebagai wali kota. Menjelang Pilkada Desember 2020, Syahrial mengetahui bahwa KPK tengah melakukan penyelidikan dugaan jual beli jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai.

Merasa khawatir akan pencalonannya, Syahrial kemudian berpikir untuk meminta bantuan. Lantas Syahrial, pada Juli 2020, menemui Aziz Syamsuddin di rumah dinas Wakil Ketua DPR RI di Jakarta. Syahrial minta dukungan dan perlindungan kepada Azis. 

Dalam pertemuan berikut, Oktober 2020, Azis menyampaikan rencana untuk mengenalkan Syahrial kepada Stepanus Robinson Pattuju. Tak lama berselang, Robin masuk ke rumah Azis. Keduanya pun bertemu dan Azis mempersilakan Syahrial “berkonsultasi” dengan Robin.

Setelah bertukar nomor telepon, Syahrial meminta Robin memantau proses penyelidikan yang melibatkan dirinya di KPK. Syahrial berpesan agar kasus ini tidak naik ke tahap penyidikan. 

Robin lantas menghubungi Maskur Husain, seorang pengacara, lewat sambungan telepon dan menyampaikan permasalahan hukum yang dialami oleh Syahrial. Syahrial pun berkomunikasi dengan Maskur.

Setelah pertemuan antara Syahrial dan Robin di rumah Azis, kemudian Robin dan Maskur sepakat meminta uang sejumlah Rp 1,5 miliar kepada Syahrial sebagai ongkos mengurus permasalahan ini. Syahrial tak keberatan dengan permintaan itu.

Bahwa untuk mempermudah proses pemberian uang yang dilakukan oleh Syahrial, selanjutnya Robin memberi arahan kepada Syahrial agar menyuruh orang lain untuk melakukan transfer dan jangan melakukan transfer menggunakan rekening pribadi, keluarga, PNS dan pengusaha.

Robin juga meminta kepada Syahrial agar pemberian uang tersebut dilakukan dengan cara ditransfer secara bertahap melalui rekening BCA atas nama Riefka Amalia dan rekening BCA atas nama Maskur Husain.

Atas permintaan Robin, Syahrial memberikan terlebih dahulu secara transfer antarbank sebagai uang tanda jadi ke rekening BCA atas nama Riefka Amalia sejumlah Rp 260 juta.

Pada 11 Desember 2020, Robin menghubungi Syahrial. Robin berujar, "ijin bang, untuk semuanya masih kurang 1,4 meter lagi bang, kira-kira gimana bang, abang bisa geser berapa dulu bang, karena di atas lagi pada butuh uang." 

Selanjutnya Syahrial menyampaikan akan segera memberikan uang tersebut dan meminta Robin untuk membantu permasalahan hukum yang sedang dialaminya. Untuk memenuhi permintaan Robin, Syahrial meminta bantuan beberapa kepala SKPD Pemkot Tanjungbalai dan kontraktor yang mendapatkan proyek di Pemkot Tanjungbalai.

Di antaranya meminta kepada Tety Juliani Siregar selaku Kadis PUPR Kota Tanjungbalai, Hurmaini Nasution selaku Kabag Umum Pemkot Tanjungbalai, DTM Abdussalam selaku Direktur CV Hafna Jaya.

Syahrial pun telah memberikan uang yang secara bertahap dan berlanjut dengan total sejumlah Rp 1.695.000.000 yang diberikan dengan cara transfer antarbank dan pemberian secara tunai kepada Robin dan Maskur.

Dalam perkara ini, Syahrial dituntut tiga tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider enam bulan kurungan. Dewan Pengawas KPK memutuskan Robin bersalah karena melanggar kode etik dan pedoman perilaku sebagai insan lembaga antikorupsi.