Jalur Sutra Baru di Timur Tengah

Ilustrasi: Wikipedia.
Ilustrasi: Wikipedia.

JALUR Sutra Baru (The New Silk Road) atau Jalur Sutra abad 21 yang lebih populer dengan sebutan One Belt One Road (OBOR) di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA) terus berkembang, meskipun tidak jarang mengundang polemik dan memunculkan berbagai bentuk penentangan dari sejumlah komunitas dengan berbagai alasan.

Keseriusan Beijing menggarap Timur Tengah yang mayoritas beragama Islam dengan menjadikan wilayahnya Ningxia yang memiliki otonomi khusus karena dihuni oleh minoritas suku Hui yang beragama Islam sebagai basis industri, perdagangan, dan promosi.

Suku Hui telah menganut Islam sejak ribuan tahun lalu ketika Jalur Sutra Lama menjadi urat nadi ekonomi yang menghubungkan wilayah Tiongkok dengan Timur Tengah. Para pendakwah Islam dan pedagang Arab yang datang ke wilayah ini tidak jarang kemudian mengawini wanita setempat kemudian turun-temurun menetap di sini menjadi bagian dari komunitas suku Hui.

Di wilayah ini mudah ditemui berbagai restoran halal yang menyediakan berbagai jenis masakan lokal maupun Timur Tengah. Juga taman dan hotel yang dihias sedemikian rupa sehingga mereka yang datang dari kawasan MENA merasa tidak asing, disamping banyaknya masjid yang mudah dijumpai karena berlokasi di berbagai tempat strategis.

Pameran dagang yang mengundang para pengusaha dan konferensi yang menghadirkan para cendekiawan, wartawan, dan politisi dari negara-negara MENA dan negara-negara muslim secara periodik digelar.

Di wilayah ini Cina juga memproduksi berbagai makanan halal olahan yang siap diekspor ke negara-negara Muslim. Lebih dari itu peternakan sapi dan kambing terus dikembangkan secara besar-besaran yang kemudian disemblih secara syar'i yang dagingnya diekspor ke sejumlah negara Arab.

Bahan-bahan sutra dengan desain Persia, Arab, dan Turki sesuai pesanan dan selera masyarakat Timur Tengah diproduksi secara masif. Bahkan hiasan dinding, kaligrafi, sampai berbagai jenis perlengkapan ibadah baik untuk muslim maupun muslimah mudah ditemui di berbagai kios di pusat-pusat grosir di wilayah ini.

Pakistan, Iran, dan Mesir nampak paling bersemangat dalam pengembangan infrastruktur fisik seperti pembangunan jalan tol, jalur kereta, dan pelabuhan. Sementara Israel meskipun masyarakatnya khususnya yang bergerak di bidang ekonomi dan perdagangan antusias, akan tetapi pemerintahnya terus-menerus mendapatkan tekanan dari Amerika.

Israel yang sempat menyerahkan manajemen pelabuhan terbesarnya di kota pantai Haifa untuk dikelola oleh China selama 20 tahun, membatalkan secara tiba-tiba akibat tekanan Amerika. Washington sangat khawatir karena di pelabuhan ini sering bersandar kapal perang Amerika. Selain itu Washington juga sangat cemas mengingat China akan memiliki akses terhadap berbagai industri militer Israel yang berbasis teknologi tinggi yang kebanyakan bekerjasama dengan berbagai perusahan Amerika.

Akibat terganggunya investasi Cina di Israel, Mesir yang menjadi tetangganya kemudian menikmati limpahan mega proyek yang menjadi bagian dari OBOR. Sepanjang Terusan Suez kini dibangun pelabuhan-pelabuhan modern yang dihubungkan dengan pusat-pusat industri baru yang dijadikan basis produksi barang-barang Cina untuk diekspor ke negara-negara Afrika.

Cina juga mengambil peran besar dalam pembangunan ibu kota baru Mesir yang berada di sebelah Timur ibu kota lama, Kairo. Saat ini tahap pertama dari tiga tahap yang direncanakan sudah hampir selesai. Karena itu tidak lama lagi seluruh seluruh kementerian, kantor pemerintah termasuk kantor Presiden, dan kedutaan-kedutaan asing, lembaga pendidikan, serta seluruh pegawainya akan pindah. Apalagi sejumlah pemukiman yang disediakan sudah rampung.

Islamabad sebagai sahabat traditional Washington DC, meskipun juga mendapatkan tekanan dari Washington, termasuk menggunakan Riad untuk mengultimatum, akan tetapi Imran Khan sebagai Perdana Menteri tetap bergeming. Pakistan akan menikmati jalur tol dan kereta yang menghubungkan wilayahnya di Utara yang berupa pegunungan sampai wilayahnya di Selatan yang berupa pantai.

Sementara Cina akan memiliki akses ke Pelabuhan Gwadar yang posisinya sangat strategis baik secara ekonomi maupun militer karena menghadap Laut Arab dan dekat dengan pintu masuk Teluk Parsi yang selalui dilalui oleh tanker-tanker raksasa yang berisi minyak atau gas yang berasal dari negara-negara Arab Teluk menuju seluruh dunia.

Ankara yang juga sahabat tradosional Washington DC, semula sangat kritis terhadap Beijing termasuk memanfaatkan isu minoritas Muslim Uighur yang berada di Provinsi Xinjiang, belakangan berubah haluan. Kini Turki menjadi bagian dari mega proyek OBOR dan menjadi salah satu koridor baik darat maupun laut yang menghubungkan kawasan Asia dengan Eropa. Turki kini menikmati banjir turis asal Tiongkok.

Sedangkan Iran yang menjadi musuh Amerika, yang menderita akibat sanksi unilateral yang bertubi-tubi dijatuhkan Washington menjadi berkah tersendiri bagi Cina. Teheran menjadikan Beijing sebagai penyelamat untuk memenuhi berbagai keperluannya, karena China menjadi salah satu negara yang tidak bersedia mematuhi berbagai bentuk sanksi yang diambil secara unilateral.

Bagaimana perkembangannya ke depan, menarik untuk terus dicermati mengingat Timur Tengah merupakan wilayah yang paling dinamis, terus cepat bergolak, berubah dengan arah yang tak terduga, termasuk perang yang bisa meletup setiap saat. 

| Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.