JangKo Tolak Rapat Konsultasi Amdal PT Linge Mineral Resource 

Koordinator Jang-ko, Maharadi. Foto : ist
Koordinator Jang-ko, Maharadi. Foto : ist

Jaringan Anti Korupsi Gayo (Jang-Ko) meminta rapat konsultasi publik yang melibat masyarakat dalam penyusunan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) oleh PT Linge Mineral Resources dihentikan.


PT Linge Mineral Resources berencana menggelar rapat tersebut Senin, 31 Mei 2021, di Balai Kampung Lumut, Kecamatan Linge, Aceh Tengah. 

Koordinator Jang-Ko, Maharadi, mengatakan pertemuan itu harus dihentikan karena belum pernah ada dokumen proses perizinan baru. Dan itu belum diketahui oleh masyarakat. 

"Selama ini pihak perusahaan tidak pernah transparan memberikan informasi dokumen perizinan kepada masyarakat dan pemerintah daerah," kata Maharadi dalam keterangan tertulis, Ahad, 30 Mei 2021.

Menurut Maharadi, perwakilan masyarakat yang hadir hanya empat desa. Padahal, dampak dari aktivitas perusahaan itu mencakup kawasan lebih luas lagi. Maharadi berharap Linge Mineral Resources mengundang lebih banyak lagi lembaga masyarakat, pemerhati lingkungan, majelis adat dan kalangan mahasiswa. 

Dalam lingkup Amdal, kata Maharadi, kehadiran masyarakat di areal pertambangan dibutuhkan untuk memberikan pemahaman tentang konsekuensi yang bakal mereka terima saat perusahaan itu beroperasi. Namun Linge Mineral Resources belum menampung aspirasi masyarakat. 

Maharadi mengatakan banyak hal yang harus dilakukan terkait dengan pemaparan terakhir perusahaan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Tengah, lembaga masyarakat dan mahasiswa banyak sekali yang perlu dikaji ulang. 

"Karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Kalaupun ada izin-izin yang  dikeluarkan pusat, harus dibuka satu-satu agar diketahui masyarakat,” kata Maharadi

Maharadi juga meminta Dinas Lingkungan Kabupaten Aceh Tengah tidak mengabaikan aspiarasi yang menolak tambang dan kehadiran Linge Mineral Resource. Seharusnya, pemerintah daerah berdiri di barisan masyarakat untuk melindungi hak-hak rakyat. 

“Pemerintah tidak menjamin kepastian hukum. Ironisnya, perusahaan tambang yang berpotensi merusak lingkungan malah diberikan kemudahan untuk beraktivitas,” kata Maharadi.