Jika Ingin Sekolah Tatap Muka Pelajar dan Pendidik Harus Sudah Divaksin

Juru Bicara Vaksin Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi. Foto: ist
Juru Bicara Vaksin Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi. Foto: ist

Juru Bicara Vaksin Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi,  mengatakan jika ingin melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) maka protokol kesehatan harus benar-benar dilaksanakan. 


Selain itu, kata dia, pelajar dan pendidik harus sudah divaksin dan diverifikasi oleh Dinas Pendidikan. Hal tersebut untuk memastikan bahwa sarana dan prasarana penerapan protokol kesehatan benar- benar berjalan.

“Kalau kita melakukan pembelajaran tatap muka, protokol kesehatan harus benar-benar dilaksanakan.  Kita tahu juga pada waktu kita PTM itu jelas bahwa pengajar dan pendidik harus sudah divaksin, harus sudah ada verifikasi dari Disdik,” kata Siti Nasia dalam Webinar Nasional Vaccine Goes to School dengan tema “Vaksinasi Tuntas, Belajar Tatap Muka Lancar,” Rabu lalu.

Menurut Siti Nadia, pandemi ini sangat berdampak terhadap berbagai sektor terutama sektor pendidikan. Oleh karena itu setelah sekian lama sistem pembelajaran dilakukan secara online sudah semestinya pembelajaran tatap muka dibuka kembali. Karena jika sekolah terus menerus dilakukan secara daring ditakutkan akan terjadi losing generation. 

“Nah kenapa PTM itu hasus dibuka karena kalau sekolah itu terus menerus dalam bentuk daring maka akan terjadi namanya losing generation. Karena kita lihat banyak studi menunjukkan dampak yang besar terhadap pendidikan jika terus menerus sekolah itu ditutup,” kata Nadia.

Oleh karena itu, kata dia, agar PTM bisa kembali dibuka maka selain penerapan protokol kesehatan yang ketat upaya selanjutnya adalah vaksin. Vaksinasi ini harus didorong dan  kepada para pelajar tidak perlu takut  untuk vaksin.

Vaksinasi ini adalah upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh dengan cara disuntikkan vaksin. Vaksin ini akan berperan sebagai pelatih yang bekerja untuk  melatih sistem imun tubuh.

Vaksin ini berguna untuk menurunkan jumlah kejadian infeksi hingga 65 persen oleh karena itu orang yang tidak divaksin beresiko lebih tinggi terinfeksi Covid-19 tiga kali lebih tinggi dari pada resiko orang yang sudah divaksin.

“Nah jika adek-adek lihat ada efek samping yang dirasakan oleh sebagian orang, betul, tapi dalam 1 - 3 hari efek samping itu akan hilang. Ibaratnya seperti tubuh kita yang selama ini tidak dilatih tiba-tiba, dilatih maka tentunya akan terasa pegal ditubuh kita yang kita anggap efek sampingnya,” kata Nadia.

Menurut Nadia, vaksinasi ini harus dilakukan secara merata mulai dari anak usia di atas 12 tahun hingga orang dewasa, cakupan vaksinasi orang dewasa yang masih rendah akan menyebabkan resiko penularan kepada anak-anak yang belum divaksin atau berusia di bawah 12 tahun. 

Karena itu, perlu didorong anak-anak yang usianya 12-17 dan orang dewasa untuk segera divaksin agar anak-anak yang berusia masih di bawah 12 tahun dapat terlindungi dari penularan Covid-19.

Apalagi vaksin itu sudah dinyatakan aman, halal dan efektif dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Selain itu vaksin juga sudah mendapatkan izin penggunaan daruratnya dan sudah ada fatwa dari MUI bahwa dalam keadaan darurat kesehatan, penggunaan vaksin merupakan langkah dan ikhtiar untuk keluar dari kondisi pandemi seperti yang sedang kita rasakan saat ini.

Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Alhudri, mengatakan Pemerintah Aceh telah melakukan berbagai upaya dalam memutus mata rantai penyebaran wabah Covid-19. Antara lain dengan menggalakkan masker yang digaungkan melalui Program Gerakan Masker Aceh (Gema), Gerakan Masker Siswa (Gemas) tahap I dan II.

“Lalu sampai saat ini Pemerintah Aceh juga masih terus melakukan upaya vaksinasi bagi guru dan kemudian dilanjutkan dengan siswa pada jenjang SMP dan SMA sederajat,” katanya.

Kesemua program Pemerintah ini, menurut Alhudri bertujuan untuk memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19 sehingga dapat segera terlaksananya pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan.

“Upaya lain yang sudah dilakukan Pemerintah Aceh yaitu zikir dan doa bersama memohon dijauhkan dari wabah dan bencana Covid-19. Sudah dimulai sejak 15 juli 2021, dilaksanakan setiap hari dari pukul 08.00 s/d 08.30 wib serta sosialisasi dan pengawasan disiplin protokol kesehatan,” katanya.

Alhudri menjelaskan melalui agenda kunjungan lapangan tanggal 16 September 2021, terjadi peningkatan yang luar biasa dalam jumlah pelajar yang sudah divaksin. misalnya di Kota Banda Aceh terjadi peningkatan hingga tiga ratus persen dan Kabupaten Aceh Besar meningkat hingga dua ratus persen.

“Kami akan terus mengkampanyekan vaksinasi sehingga tahun 2022 agenda vaksinasi bisa selesai. Karena kita sadari bersama kalau agenda vaksinasi belum selesai maka pelayanan tidak dapat dilakukan secara maksimal termasuk pendidikan akan sulit berjalan,” kata dia.

Alhudri menyebutkan hingga hari ini, sebanyak 99 sekolah jenjang SMA sederajat yang ada di Aceh telah melakukan vaksinasi di atas 75 persen. Ia berharap kedepannya jumlah tersebut akan terus meningkat.

Hindari Berita Hoax

Dalam kesempatan itu, Siti Nadia juga mengajak semua pihak terutama pelajar untuk berhati-hati saat menerima dan membaca berita di media sosial terkait vaksinasi Covid-19. 

“Jangan-jangan itu ditulis bukan oleh ahlinya, itu bisa menyesatkan kita dan pada saat kita tertular Covid-19 Hoax tidak akan menolong kita,” kata Nadia.

Menurut Nadia, saat ini ada ribuan berita hoax  tentang vaksin yang tersebar di berbagai platform media sosial, yang paling banyak tersebar melalui Chattingan WA, Facebook, TikTok, dan Instagram. Adapun berita-berita bohong tersebut dimunculkan berulang kali dengan berbagai narasi.

“Contohnya, ada berita hoax yang mengatakan bahwa penerima vaksin akan ditanamkan chip dalam tubuh untuk memudahkan dilacak orangnya, penerima vaksin akan meninggal dalam rentang dua tahun setelah divaksin, vaksin mengandung unsur magnetik, dapat memperbesar kelamin pria, mengubah DNA manusia, dan sebagainya. Itu semuanya adalah Hoax tentang vaksin,” kata Nadia.

Nadia juga mengatakan, pernah sebuah merek susu yang mengaku mengaku bisa menjadi obat vaksin. “Ingat, dia (susu) itu betul membantu kekebalan tubuh kita tapi dia bukan obat vaksin,” kata Nadia.

Oleh karena itu Nadia mengingatkan agar melakukan penyaringan terlebih dahulu terhadap setiap informasi yang diterima, apalagi informasi tersebut bersifat provokatif, dan tidak jelas sumber kajian dan penelitiannya.

“Maka kita harus berhati-hati dari informasi hoax, saring sebelum sharing sehingga tidak ada korban dari dari informasi yang kita share,” kata Nadia.

Saat ini, kata Nadia, sudah banyak situs-situs resmi yang dapat diakses untuk mendapatkan informasi terkait vaksin dan Covid-19, bisa ke Website Kemenkes RI, situs Web Kominfo RI, dan situs-situs resmi lainnya, sehingga tidak lagi jadi menjadi korban berita hoax.