JMSI Berharap Penandatanganan PKS antara Dewan Pers dan Polri Tidak hanya di Atas Kertas Semata

Foto bersama peserta Rakernas JMSI II di Banda Aceh. Foto: ist.
Foto bersama peserta Rakernas JMSI II di Banda Aceh. Foto: ist.

Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) berharap penandatanganan Dewan Pers dan Polri Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Dewan Pers dan Polri tidak hanya sebatas di atas kertas semata. Kerjasama tersebut diharapkan harus mampu memberikan perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan.


Hal ini dikatakan Ketua Bidang Organisasi Pengurus Pusat JMSI Dino Umahuk, di sela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II JMSI, yang berlangsung di Anjong Mon Mata, Meoligo, Banda Aceh, Sabtu, 12 November 2022.

Menurut Dino, Penandatanganan perjanjian kerja sama yang merupakan turunan dari nota kesepahaman atau MoU Dewan Pers dan Polri haru mampu mengurangi kriminalisasi karya jurnalistik.

Dia berharap dengan ditandatanganinya PKS tersebut, tidak ada lagi wartawan yang dilaporkan kepada polisi menggunakan regulasi selain UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Dengan ditandatanganinya PKS ini, seharusnya kedepan tidak ada lagi kriminalisasi terhadap wartawan ketika mengalami sengketa dalam pemberitaan," katanya.

Umahuk mengatakan,  PKS tersebut harus bisa menjadi pedoman bagi Dewan Pers dan Polri dalam pelaksanaan teknis pelindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan profesi wartawan. 

“Polri harus berkoordinasi dengan Dewan Pers jika menerima laporan dari masyarakat terkait pemberitaan suatu media. Hal itu harus dilakukan untuk menentukan apakah yang dilaporkan masuk kategori karya jurnalistik atau bukan,” ujarnya.

Dino menambahkan, apabila hasil koordinasi memutuskan laporan itu karya jurnalistik, penyelesaiannya melalui mekanisme hak jawab dan hak koreksi atau menyerahkan penyelesaian laporan tersebut ke Dewan Pers.

"Sengketa pemberitaan hanya diselesaikan lewat UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan direkomendasikan oleh Dewan Pers," ujar dia.

Mantan Redaktur Pelaksana Koran Acehkita ini menambahkan, Polri baru dapat menindaklanjuti secara proses hukum sesuai ketentuan perundang-undangan, apabila koordinasi kedua pihak memutuskan laporan masyarakat itu masuk kategori perbuatan penyalahgunaan profesi wartawan di luar koridor UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).